TOPIK XVII : Critical Legal Studies (CLS)
TANGAL : 26 November 2010
SUBSTANSI :
Latar belakang:
Ada 3 tradisi pemikiran CLS: Jerman, Inggris & AS
Roberto Unger mengeluarkan teori “Masyarakat Pasca Liberal”
Dasar berpikir CLS :
- Hukum adalah produk politik
- Aturann Hukum= aturan politik
- Tak ada “the rule of law”. Yang ada “political rules”
- Politik terkait dengan kekuasaan
- Aturan hukum: aturan dari siapa yang berkuasa. Yang berkuasa adalah elit politik dan seringkali tidak mencerminkan keadilan.
Menentang 2 tradisi Positvisme Hukum
-“rule of law”→jaminan bagi kebebasan individual dan kesamaan kedudukan di hadapan hukum
-“legal reasoning”→penalaran hukum: penalaran moral dan politik
-tak mungkin “equal” karena: ada hierarki kekuasaan dalam masyarakat
Kritik filsafat dari CLS:
Diajukan terhadap pandangan kaum liberal:
• Menurut CLS, hukum sebagai produk politik mencerminkan keinginan elit politik dan seringkali tidak mencerminkan keadilan.
• Kritik terhadap hak
Menurut CLS, wacana “hak” oleh kaum liberal hanya menguntungkan kelas tertentu.
• Kritik terhadap pendidikan hukum
Menurut CLS, pendidikan hukum oleh kaum liberal hanya sebagai pelatihan ideologi (demi kepentingan pemerintahan & dunia usaha)
CLS menjawab Kritik:
Kritik yang diajukan oleh Owen Fiss: CLS ingin membuka topeng hukum, tetapi tidak bermaksud menjadikan hukum tambah efektif. Tujuan kritik CLS adalah kritik itu sendiri (nihilisme). Padahal, kritik tanpa visi alternatif hanya menuju→ kematian hukum. Kelemahan CLS -> tidak memberi solusi, hanya mengarahkan.
Jawaban:
-Kritik ini perlu demi membuka jalan mengubah (transformasi) tradisi hukum.
-Nilai tambah CLS terletak pada pertanyaannya yang radikal terhadap system aturan hukum yang selama ini diterima secara alamiah, netral, dan objektif
-Hukum sudah kehilangan kalimnya untuk menjamin peradaban dan obat procedural bagi dunia nyata yang penuh konflik.
REFLEKSI :
Kemunculan critical legal studies menjadi salah satu pandangan yang banyak dianut karena melihat kenyataan-kenyataan bahwa hukum yang ada pada masyarakat ini tidak berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Sebagai salah satu aliran yang muncul dari adanya realisme hukum yaitu bahwa hukum yang ada berada di pikiran orang awam berbeda dengan yang ada di pandangan orang yang belajar hukum, sehingga banyak menimbulkan kritik- kritik. Di samping itu, unsur politis dalam suatu Negara merambat ke segala aspek, termasuk hukum yang merupakan bidang ilmu yang sangat dekat sekali dengan politik, baik dalam segi pendidikan maupun kehidupan nyata.
Critical Legal Studies ditujukan sebagai pendekatan yang dapat secara radikal kepada hukum dan ekonomi yang mengakui dan memproses kontradiksi-kontradiksi bermuatan politis dalam ketertiban.
DISKUSI :
1. Bagaimana Critical Legal Studies dipakai untuk mengkritik Negara kesejahteraan?
2. Apakah CLS bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan?
3. Apa perbedaan mendasar antara CLS, Critical race theories, dan Feminist legal philosophy?
Friedrich Karl von Savigny (1770-1861), Pemikir utama dalam Mahzab Sejarah Hukum
Monday, 29 November 2010
Jurnal Hukum XVI
TOPIK XVI : Realisme Hukum (Part II)
TANGAL : 26 November 2010
SUBSTANSI :
4 hal penting dalam Realisme Hukum:
1. Realism builds on earlier challenges to formal law
2. Law is in flux and created by judges
3. Law is means to an end- it serves social purposes which can be examined
4. Judges are human
Varian besar Realisme Hukum:
*Amerika: - Rule Skeptics
- Fact Skeptics
*Skandinavia: Metaphysic-Skeptics
Dasar berpikir Realisme Hukum:
-Oliver Wendell Holmes Jr. :
Apa yang diputuskan pengadilan lain yang menjadi hukum, kalau belum diputus belum jadi hukum.
Kalo tidak ada pelanggaran hukum, hukum tidak perlu dibuat, (sesuatu baru perlu dibuat kalau ada kejadiannya).
-Karl Llewellyn :
Sumbangan terbesarnya adalah pandangan tentang Functionalism, yakni mengartikan hukum sebagai msin yang punya tujuan tertentu. Mesin ini punya beberapa fungsi dasar tertentu (tidak terkait dengan nilai- nilai di dalamnya); fungsi Law-Jobs.
Fungsi fundamental dari hukum; Law Jobs:
Jika masyarakat ingin bertahan , maka di bidang hukum ada 6 “law jobs” yang harus dilakukan:
1. Adjustment of trouble cases
2. Preventive channeling of conduct and expectations
3. Preventive rechanneling of conduct and expectations to adjust to change
4. Allocation of authority and determination of procedures for authorities
5. Provision of direction and incentive within the group
6. The job of the juristic method
Jerome Frank : (paling ekstrem)
Holmes & Llewellyn dinilainya hanya Rule Skeptics, seorang realis harusnya Fact Skeptics
Ontologis:
Hukum= manifestasi makna- makna simbolik para pelaku social
Epistemologis:
Nondoktrinal- induktif (pendekatan interaksional mikro)
Aksiologis:
Kemanfaatan
REFLEKSI :
Keberadaan Realisme Hukum menjadi salah satu dasar dari pemikiran- pemikiran modern sampai saat ini, menjadi fondasi dari pemikiran paling up to date dalam hukum.
Realisme hukum menjadi aliran pertama yang paling realistis dan sesuai dengan kehidupan masyarakat nyata. Penganut- penganut aliran berpikir ini, baik Llewellyn, Holmes, maupun Frank merupakan orang- orang skeptic murni yang menganggap suatu aturan tertulis adalah tidak banyak berguna karena di dalam kenyataan hakim menentukan suatu putusan jika hanya berdasarkan undang- undang menjadikan putusan tersebut tidak efektif.
Di amerika sendiri, teori Positivisme dianggap membodohi hakim karena hakim dianggap hanya memutuskan berdasarkan peraturan yang ada, mengambil keputusan dengan sangat mudah tanpa melihat aspek- aspek lainnya.
Pernyataan 2 tokoh realisme hukum yang penting adalah:
-Karl Llewellyn
Prediktibilitas putusan tetap perlu dijaga. Hakim banding justru perlu ikut memperhatikan fakta- fakta.
-Jerome Frank
Tidak perlu selalu menjaga prediktibilitas putusan. Hakim membuka diri untuk memutuskan berbeda untuk tiap kasus.
Namun, Skeptic sendiri terbagi dalam beberapa aliran lagi yaitu:
Rule Skepticism: (Mac Galanter)
-Hukum tidak berbunyi seperti undang- undang
-Konsep “the rule of law” hanyalah retoris; yang berlaku “the rule of ruler”
-The have always comes out ahead
Fact Skepticism:
-Setiap kasus adalah unik. Ada fakta- fakta kemajemukan (Pluralisme) yang harus diperhatikan
-Hukum ditentukan oleh struktur kasus (pendekatan mikro)
-Kemampuan merekonstruksi fakta makin jauh setelah kasus memasuki pengadilan banding tersebut
Realisme Sakndinavia:
Untuk memahami hukum, perlu dipelajarai kondisi metafisis masyarakat dalam melihat hukum itu. Secara metafisis hukum, kekuasaan yang menakutkan. Undang- undang tidak memuat tentang kebenaran, melainkan sekedar gagasan yang metafisis.
⇒ Melihat hukum secara metafisis, tidak sekedar janji- janji yang ada di dalam undang- undang sebenarnya bukan karena sanksi ketertiban itu bisa ada, tapi karena keadaan tertentu/ tidak terbiasa
DISKUSI :
1. Bagaimana realisme hukum menjadi acuan dalam sistem hukum civil law?
2. Realisme hukum tidak bergantung pada aturan tetapi pada fakta, sedangkan fakta itu tidak ada yang paling hakiki sama seperti aturan tapi aturan juga dapat dibuat- buat pada saat pembuktiannya,
3. Menurut Oliver Wendell Holmes, aliran realisme yang mengatakan bahwa putusan hakim itu menjadi hukum, kalau belum diputus maka belum menjadi hukum, apakah setiap putusan itu pada kasus yang serupa pasti sama?
TANGAL : 26 November 2010
SUBSTANSI :
4 hal penting dalam Realisme Hukum:
1. Realism builds on earlier challenges to formal law
2. Law is in flux and created by judges
3. Law is means to an end- it serves social purposes which can be examined
4. Judges are human
Varian besar Realisme Hukum:
*Amerika: - Rule Skeptics
- Fact Skeptics
*Skandinavia: Metaphysic-Skeptics
Dasar berpikir Realisme Hukum:
-Oliver Wendell Holmes Jr. :
Apa yang diputuskan pengadilan lain yang menjadi hukum, kalau belum diputus belum jadi hukum.
Kalo tidak ada pelanggaran hukum, hukum tidak perlu dibuat, (sesuatu baru perlu dibuat kalau ada kejadiannya).
-Karl Llewellyn :
Sumbangan terbesarnya adalah pandangan tentang Functionalism, yakni mengartikan hukum sebagai msin yang punya tujuan tertentu. Mesin ini punya beberapa fungsi dasar tertentu (tidak terkait dengan nilai- nilai di dalamnya); fungsi Law-Jobs.
Fungsi fundamental dari hukum; Law Jobs:
Jika masyarakat ingin bertahan , maka di bidang hukum ada 6 “law jobs” yang harus dilakukan:
1. Adjustment of trouble cases
2. Preventive channeling of conduct and expectations
3. Preventive rechanneling of conduct and expectations to adjust to change
4. Allocation of authority and determination of procedures for authorities
5. Provision of direction and incentive within the group
6. The job of the juristic method
Jerome Frank : (paling ekstrem)
Holmes & Llewellyn dinilainya hanya Rule Skeptics, seorang realis harusnya Fact Skeptics
Ontologis:
Hukum= manifestasi makna- makna simbolik para pelaku social
Epistemologis:
Nondoktrinal- induktif (pendekatan interaksional mikro)
Aksiologis:
Kemanfaatan
REFLEKSI :
Keberadaan Realisme Hukum menjadi salah satu dasar dari pemikiran- pemikiran modern sampai saat ini, menjadi fondasi dari pemikiran paling up to date dalam hukum.
Realisme hukum menjadi aliran pertama yang paling realistis dan sesuai dengan kehidupan masyarakat nyata. Penganut- penganut aliran berpikir ini, baik Llewellyn, Holmes, maupun Frank merupakan orang- orang skeptic murni yang menganggap suatu aturan tertulis adalah tidak banyak berguna karena di dalam kenyataan hakim menentukan suatu putusan jika hanya berdasarkan undang- undang menjadikan putusan tersebut tidak efektif.
Di amerika sendiri, teori Positivisme dianggap membodohi hakim karena hakim dianggap hanya memutuskan berdasarkan peraturan yang ada, mengambil keputusan dengan sangat mudah tanpa melihat aspek- aspek lainnya.
Pernyataan 2 tokoh realisme hukum yang penting adalah:
-Karl Llewellyn
Prediktibilitas putusan tetap perlu dijaga. Hakim banding justru perlu ikut memperhatikan fakta- fakta.
-Jerome Frank
Tidak perlu selalu menjaga prediktibilitas putusan. Hakim membuka diri untuk memutuskan berbeda untuk tiap kasus.
Namun, Skeptic sendiri terbagi dalam beberapa aliran lagi yaitu:
Rule Skepticism: (Mac Galanter)
-Hukum tidak berbunyi seperti undang- undang
-Konsep “the rule of law” hanyalah retoris; yang berlaku “the rule of ruler”
-The have always comes out ahead
Fact Skepticism:
-Setiap kasus adalah unik. Ada fakta- fakta kemajemukan (Pluralisme) yang harus diperhatikan
-Hukum ditentukan oleh struktur kasus (pendekatan mikro)
-Kemampuan merekonstruksi fakta makin jauh setelah kasus memasuki pengadilan banding tersebut
Realisme Sakndinavia:
Untuk memahami hukum, perlu dipelajarai kondisi metafisis masyarakat dalam melihat hukum itu. Secara metafisis hukum, kekuasaan yang menakutkan. Undang- undang tidak memuat tentang kebenaran, melainkan sekedar gagasan yang metafisis.
⇒ Melihat hukum secara metafisis, tidak sekedar janji- janji yang ada di dalam undang- undang sebenarnya bukan karena sanksi ketertiban itu bisa ada, tapi karena keadaan tertentu/ tidak terbiasa
DISKUSI :
1. Bagaimana realisme hukum menjadi acuan dalam sistem hukum civil law?
2. Realisme hukum tidak bergantung pada aturan tetapi pada fakta, sedangkan fakta itu tidak ada yang paling hakiki sama seperti aturan tapi aturan juga dapat dibuat- buat pada saat pembuktiannya,
3. Menurut Oliver Wendell Holmes, aliran realisme yang mengatakan bahwa putusan hakim itu menjadi hukum, kalau belum diputus maka belum menjadi hukum, apakah setiap putusan itu pada kasus yang serupa pasti sama?
Wednesday, 24 November 2010
Jurnal Hukum XV
TOPIK XV : Realisme Hukum (Part I)
TANGGAL : 19 November 2010
SUBSTANSI:
Faktor- faktor yang mendorong pergerakan Realisme Hukum:
- Tahun 1920an masyarakat mulai menguji nilai- nilai tradisional (hukum itu tidak berat sebelah, hakim itu adil)
- Kemajuan ilmu pengetahuan dengan munculnya banyaknya ilmu- ilmu baru
- System pemberitaan nasional menunujukan banyaknya varietas peraturan
9 point mendorong lahirnya aliran realis: (9 Points of departures common to the realists, by: Llwellyn)
1. The conception of law in flux, of moving law, and of judicial creation of law
Kalau ingin menjadi realis, kita seharusnya menganggap hukum itu merupakan hal yang dinamis, bergera, bukannya momentary atau seperti sebuah potret.
2. The conception of law as means to social ends, and not as an end in itself
Konsep dari hukum bertujuan pada suatu akhir bukan merupakan akhir dari sesuatu, maksudnya dari suatu undang- undang yang dibuat bukanlah merupakan suatu akhir atau pencapaian namun hasil yang didapat dari pembuatan undang- undang tersebut nantinya.
3. The conception of society in flux- faster than law
Pada kenyataannya hukum tetap lebih lamban dari fakta, terkadang kecolongan oleh hal- hal baru yang belum ada pengaturannya.
4. The temporary divorce of ‘is’ and ‘ought’ for the purpose of study (mengikuti bayangan positivisme hukum)
Adanya perbedaan pandangan tentang apa itu hukum, kita sebagai orang- orang yang belajar hukum menganggap hukum sebagai suatu undang- undang, namun masyarakat melihat hukum sebagai apa yang mereka alami sehari- hari, tidak semata- mata undang- undang.
5. Distrust of traditional legal rules and concepts as descriptive of what courts or people actually do
Aliran ini tidak mempercayai konsep hukum tradisional , hanya menganggapnya sesuatu yang deskriptif saja (tradisional teori menganggap undang- undang sbg ancang- ancang saja, tdk menggambarkan akan begitu)
6. Distrust of the theory that traditional prescriptive rule formulations are the main factor in producing court decision
Tidak percaya pada pandangan tradisional bahwa hukum yang dibuat oleh hakim misalnya selalu berdasarkan pada peraturan dan asas- asaa yang ada, pada kenyataannya tidak.
7. The belief in grouping cases and legal situations into narrower categories (analisis hukum secara mikro)
Kepercayaan bahwa menganalisis fakta harus dengan cara mikro (mengategorikan secara sempit), tidak percaya pada undang- undang karena mengeneralisasi hal- hal, seharusnya tidak demikian, fakta yang menentukan hukum
8. An insistence of evaluating the law in terms of its effects (bersikeras mengevaluasi efek hukum)
Selalu berusaha mengevaluasi efek, bermanfaat atau tidak bermanfaat.
9. An insistence on sustained and programmatic attack on the problems of law
Desakan yang keras antara cause and effect, dapat berujung pada pragmatis.
REFLEKSI:
Sejauh ini realisme hukum menggambarkan suatu konsep hukum yang berbeda dari aliran filsafat hukum lain. Realisme hukum memandang hukum sebagai sesuatu yang rigit, kaku, dan tidak dapat mengejar fakta. Sehingga dalam realisme, hukum perlu diatur berdasarkan kenyataan atau fakta yang ada dalam kehidupan sehari- hari.
TANGGAL : 19 November 2010
SUBSTANSI:
Faktor- faktor yang mendorong pergerakan Realisme Hukum:
- Tahun 1920an masyarakat mulai menguji nilai- nilai tradisional (hukum itu tidak berat sebelah, hakim itu adil)
- Kemajuan ilmu pengetahuan dengan munculnya banyaknya ilmu- ilmu baru
- System pemberitaan nasional menunujukan banyaknya varietas peraturan
9 point mendorong lahirnya aliran realis: (9 Points of departures common to the realists, by: Llwellyn)
1. The conception of law in flux, of moving law, and of judicial creation of law
Kalau ingin menjadi realis, kita seharusnya menganggap hukum itu merupakan hal yang dinamis, bergera, bukannya momentary atau seperti sebuah potret.
2. The conception of law as means to social ends, and not as an end in itself
Konsep dari hukum bertujuan pada suatu akhir bukan merupakan akhir dari sesuatu, maksudnya dari suatu undang- undang yang dibuat bukanlah merupakan suatu akhir atau pencapaian namun hasil yang didapat dari pembuatan undang- undang tersebut nantinya.
3. The conception of society in flux- faster than law
Pada kenyataannya hukum tetap lebih lamban dari fakta, terkadang kecolongan oleh hal- hal baru yang belum ada pengaturannya.
4. The temporary divorce of ‘is’ and ‘ought’ for the purpose of study (mengikuti bayangan positivisme hukum)
Adanya perbedaan pandangan tentang apa itu hukum, kita sebagai orang- orang yang belajar hukum menganggap hukum sebagai suatu undang- undang, namun masyarakat melihat hukum sebagai apa yang mereka alami sehari- hari, tidak semata- mata undang- undang.
5. Distrust of traditional legal rules and concepts as descriptive of what courts or people actually do
Aliran ini tidak mempercayai konsep hukum tradisional , hanya menganggapnya sesuatu yang deskriptif saja (tradisional teori menganggap undang- undang sbg ancang- ancang saja, tdk menggambarkan akan begitu)
6. Distrust of the theory that traditional prescriptive rule formulations are the main factor in producing court decision
Tidak percaya pada pandangan tradisional bahwa hukum yang dibuat oleh hakim misalnya selalu berdasarkan pada peraturan dan asas- asaa yang ada, pada kenyataannya tidak.
7. The belief in grouping cases and legal situations into narrower categories (analisis hukum secara mikro)
Kepercayaan bahwa menganalisis fakta harus dengan cara mikro (mengategorikan secara sempit), tidak percaya pada undang- undang karena mengeneralisasi hal- hal, seharusnya tidak demikian, fakta yang menentukan hukum
8. An insistence of evaluating the law in terms of its effects (bersikeras mengevaluasi efek hukum)
Selalu berusaha mengevaluasi efek, bermanfaat atau tidak bermanfaat.
9. An insistence on sustained and programmatic attack on the problems of law
Desakan yang keras antara cause and effect, dapat berujung pada pragmatis.
REFLEKSI:
Sejauh ini realisme hukum menggambarkan suatu konsep hukum yang berbeda dari aliran filsafat hukum lain. Realisme hukum memandang hukum sebagai sesuatu yang rigit, kaku, dan tidak dapat mengejar fakta. Sehingga dalam realisme, hukum perlu diatur berdasarkan kenyataan atau fakta yang ada dalam kehidupan sehari- hari.
Tuesday, 23 November 2010
Jurnal Hukum XIV
TOPIK XIV : Sociological Jurisprudence & Teori Hukum Pembangunan
TANGAL : 12 & 19 November 2010
I. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SUBSTANSI :
A. Kondisi menjelang abad ke-19 mengalami “the legal gap” antara hukum positif dan kehidupan riil di masyarakat dan juga memunculkan 2 arus pemikiran di Amerika Serikat yaitu:
1. The Sociological Jurisprudence;
2. The Legal Realism.
B. Dalam sosiologi dikenal ada 2 pendekatan utama dalam melihat masyarakat, yaitu:
1. Structural Functional Approach;
2. Conflict Approach yang terdiri dari:
a. Structuralist Marxist:
Melihat masyarakat adalah suatu sistem yang bagian-bagiannya saling berhubungan timbal balik, sehingga memuncukan suatu ketegangan dan penyimpangan dan diatasi melalui suatu proses institusionalisasi secara gradual.
b. Structuralist Nonmarxist:
Masyarakat menghadapi proses perubahan yang tidak pernah berhenti sehingga proses itu menimbulkan konflik. Setiap unsur dalam masyarakat memberi sumbangan bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk disintegrasi sosial.
C. Ada perbedaan-perbedaan istilah di Amerika Serikat dan di Inggris mengenai hal ini yaitu:
1. Di Amerika menyebutnya dengan Law and Society;
2. Di Inggris menyebutnya dengan Law in Society atau Law as it in Society.
D. Menurut Roscoe Pound:
“the practical process of the legal order doesn’t stop at finding by experience, by trial and error and judicial inclusion and exclusion, what will serve to adjust conflicting of overlapping interest. Reason has its part as well as experience. Jurists work out the jural postulates, the presuppositions as to relation and conduct, of civilized society in the time and place and arrive in this way at authoritative starting points for legal reasoning.”
“i am not offering this idea of social engineering as a cure-all to be taken over by political and juristic theory and used to solve all the difficult problems of the science of law in the world today. The task of the lawyer is as a ‘social engineer’ formulating a program of action, attempting to gear individual and social needs to the value of Western democratic society”.
E. LAW is not an ACT
Yang dimaksud “law” dalam konsep “law as a tool of social engineering” sebagian besar adalah berupa “judge made law”. Sedangkan di Indonesia, law itu dianggap undang-undang. Pound tidak mengabaikan undang-undang sama sekali,tetapi ia menganjurkan agar dewasa ini UU yang dibentuk seyogyanya lebih melindungi hak-hak sosial.
F. Taksonomi Kepentingan
Terbagi atas:
1. Individual Interest:
a. Personality
b. Domestic relations
c. Interest of substance
2. Public Interest:
a. Interest of the state as juristic person
b. Interest of the state as guardian pf social interest
3. Social Interest:
a. Social interest in the generally security
b. Social interest in the security of social institutions
c. Social interest in general morals
d. Social interest in the conservation of social resources
e. Social interest in general progress
REFLEKSI:
Dalam aliran socilogical jurisprudence ini memilki satu ciri yang menarik karena aliran ini meyakini bahwa sesuatu itu menjadi hukum kalau telah dialami. Adanya arus yang muncul di Amerika Serikat yaitu The Sociological Jurisprudence dan The Legal Realism, keduanya pemikiran tersebut mengusung pendekatan sosiologis ke dalam ilmu hukum.
Mengenai pendekatan sosiologis terhadap hukum khususnya dalam Structural Functional Approach, sekalipun integrasi sosial tidak pernah tercapai secara sempurna, tetapi sistem sosial itu selalu bergerak ke arah ekuilibrium yang dinamis dan menanggapi perubahan dari eksternal dengan kecenderungan memelihara agar perubahan dalam sistem mencapai derajat minimal saja. Sedangkan dalam Conflict Approach, menyebabkan adanya konflik sebagai akibat dari proses perubahan yang tidak pernah berhenti. Apa yang dimaksud konfik itu? Konflik dalam hal ini adalah gejala yang melekat dalam perubahan sosial. Selain menyebabkan suatu perubahan sosial, konflik itu juga menyebabkan disintegrasi sosial dimana dalam disintegrasi sosial itu selalu ada dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang lainnya.
Adanya suatu perbedaan-perbedaan istilah yang digunakan di Amerika Serikat dan Inggris, sebenarnya berangkat dari hukum. Tetapi tatkala membahas tentang aspek know-why (mengapa hakim sampai memutuskan demikian?) dipakai juga bantuan kajian sosiologi hukum. Hakikat hukum dimana berkembang di Amerika sehingga disebut dengan American Sosiological Jurisprudence. Hukum adalah putusan hakim in-concreto dan menyesuaikan antara living law (hukum yang hidup) dan norma positif.
Pendapat Roscoe Pound mengenai Sociological Jurisprudence “experience is developed by reason on this basis and reason is tested by experience”. Ia juga berpendapat bahwa:
1. Hukum merupakan sarana kontrol sosial khusus yang dapat diefektifkan dalam proses yudisial dan administratif;
2. Ada hubungan fungsional antara hukum dan masyarakat;
3. Sangat penting untuk mencermati sejauh mana putusan-putusan hakim/administrasi berpengaruh positif bagi masyarakat.
Apa yang menjadi fungsi (tugas) dari hukum?
1. Pengendalian sosial (social control), maka hukum itu harus berfungsi untuk menertibkan dan sebagai alat penyelesaian sengketa. Dan
2. Menurut Roscoe Pound, hukum adalah rekayasa sosial. Ia juga berpendapat bahwa:
a. Tugas negara adalah melindungi hak (kepentingan);
b. Dan dalam perkembangannya, ada 3 jenis hak, yaitu:
1. Berupa kepentingan individu,
2. Berupa kepentingan umum (hak badan-badan pemerintah),
3. Berupa kepentingan sosial (hak atas SDA, keamanan, dll).
Dimana kedua hak yaitu kepentingan indivdu dan kepentingan umum sangatlah diperjuangkan pada abad-19. Sehingga Sociological Jurisprudence harus mendorong hak yang berupa kepentingan sosial itu agar dapat berjalan dengan baik di masyarakat.
Dalam hal ini, maka yang menjadi tujuan hukum bagi sociological jurisprudence dan sosilogi hukum itu berbeda. Sociological Jurisprudence bukanlah cabang dari ilmu, tetapi adalah salah satu aliran dalam Filsafat Hukum. Sedangkan Sosiologi Hukum adalah cabang/disiplin dari sosiologi. Jadi, dapat dikatakan bahwa keduanya sama-sama tertarik pada hukum. Sociological Jurisprudence melihat masyarakat dari sudut pandang hukum. Sosiologi hukum melihat hukum dari pandangan masyarakat.
DISKUSI:
1. Bagaimana cara aliran Sociological Jurisprudence ini mendorong agar hak berupa kepentingan sosial atas SDA dan keamanan dapat terpenuhi?
II. TEORI HUKUM PEMBANGUNAN
SUBSTANSI :
A. Teori Hukum Pembangunan:
1. Arti dan fungsi hukum dalam masyarakat adalah hukum untuk ketertiban kemudian dipikirkan selanjutnya mengenai keadilan dan kepastian;
2. Hukum adalah sebagai kaidah sosial sehingga ia merupakan bagian dari sistem kaidah sosial;
3. Hubungan hukum dengan kekuasaan, menyebabkan kekuasaan tunduk pada hukum;
4. Hubungan hukum dengan nilai sosial budaya dimana hukum yang baik adalah sesuai dengan living law (hukum yang hidup);
5. Hukum sebagai “a tool of social engineering”, dimana hukum harus berperan dalam perubahan sosial dalam melangsungkan pembangunan nasioanal.
B. Beberapa Teori Hukum Pembangunan
1. Teori “Kebudayaan” Northrop;
2. Teori “Kebijakan Politik” Laswell-MacDougall;
3. Teori “Social Engineering” Pound (minus konsepsi mekaniknya);
4. Konteks keindonesiaan.
C. Problema Pembangunan Hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja
1. Pluralisme sosial dan hukum kebiasaan;
2. Pluralisme hukum, sebagai akibat dari kolonialisme;
3. Sukarnya mementukan tujuan perkembangan hukum, dll.
D. Pluralisme Hukum menurut EHRLICH
Hukum bisa sebagai aturan untuk membuat keputusan (positivisme hukum) dan sebagai aturan berperilaku. Ehrlich juga mengajukan 3 koreksinya:
1. Hukum tidak hanya dapat diciptakan oleh negara;
2. Hukum buka merupakan satu-satunya landasan pengambilan keputusan oleh lembaga peradilan atau arbitrase;
3. Hukum bukan satu-satunya alat bagi pemaksaan penataan masyarakat terhadap suatu keputusann yang telah diambil oleh pengadilan atau arbitrase.
REFLEKSI:
Teori Pembangunan Hukum ini dipelopori oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M yang juga disebut sebagai arsitek hukum pada jaman Orde Baru. Teori ini beranjak dari:
1. Konteks keindonesiaan atau semangat pembangunan, dimana pembangunan memiliki perspektif pragmatik;
2. Perspektif hubungan hukum dan masyarakat.
Law in the Books sebagai Social Order dan Law in Action (living law) sebagai Social Engineering bersama-sama mempunyai tujuan untuk menciptakan ketertiban, kepastian dan keadilan dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional. Dalam menjalankannya, maka yang berperan adalah aparat negara yang memiliki sense of public service.
Mengenai teori hukum pembangunan, dikenal beberapa teori yaitu:
1. Teori kebudayaan, mengatakan bahwa tidak hanya norma (buatan negara), melainkan juga kode etik institusi lain (aturan berperilaku dalam masyarakat untuk menjaga relasi sosial mereka).
2. Teori kebijakan publik mengatakan bahwa hukum adalah proses.
3. Teori Social Engineering, mengatakan bahwa hukum harus diarahkan ke tujuan pragmatik.
4. Konteks keindonesiaan yaitu adanya semangat pembangunan.
Ada beberapa problema yang muncul dalam pembangunan hukum menurut Mochtar, antara lain resistensi masyarakat terhadap perubahan (akibat kuatnya hukum kebiasaan), sedikitnya data empirik untuk analisis deskriptif dan preskriptif dan sukarnya indikator objektif tentang berhasil tidaknya pembangunan hukum itu.
Manusia berperilaku menrurut hukum, terutama untuk menjaga relasi sosial. Jadi, hukum sama saja dengan normal lainnya (sebagai kode etik). Negara bukan satu-satunya “perkumpulan” yang bisa memaksakan hukum. Ada banyak “perkumpulan” yang kadang lebih efektif dari negara. Sebagai prioritas, maka undang-undang adalah sebagai saran pembangunan masyarakat. Undang-undang itu dibagi 2, yaitu:
1. Undang-undang netral, yaitu undang-undang yang tidak terkait dengan aspek-aspek primordial;
2. Undang-undang non-netral, yaitu undang-undang yang terkait dengan aspek-aspek primordial.
Undang-undang netral sebanyak mungkin harus ditingkatkan untuk membatasi masyarakat, contohnya seperti undang-undang penanaman modal, perpajakan, kepailitan dsb.
DISKUSI:
1. Selain negara yang adalah “perkumpulan” yang dapat memaksakan hukum, menurut Ehrlich masih ada “perkumpulan” lain yang lebih efektif dari negara. Apa sajakah itu?
TANGAL : 12 & 19 November 2010
I. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SUBSTANSI :
A. Kondisi menjelang abad ke-19 mengalami “the legal gap” antara hukum positif dan kehidupan riil di masyarakat dan juga memunculkan 2 arus pemikiran di Amerika Serikat yaitu:
1. The Sociological Jurisprudence;
2. The Legal Realism.
B. Dalam sosiologi dikenal ada 2 pendekatan utama dalam melihat masyarakat, yaitu:
1. Structural Functional Approach;
2. Conflict Approach yang terdiri dari:
a. Structuralist Marxist:
Melihat masyarakat adalah suatu sistem yang bagian-bagiannya saling berhubungan timbal balik, sehingga memuncukan suatu ketegangan dan penyimpangan dan diatasi melalui suatu proses institusionalisasi secara gradual.
b. Structuralist Nonmarxist:
Masyarakat menghadapi proses perubahan yang tidak pernah berhenti sehingga proses itu menimbulkan konflik. Setiap unsur dalam masyarakat memberi sumbangan bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk disintegrasi sosial.
C. Ada perbedaan-perbedaan istilah di Amerika Serikat dan di Inggris mengenai hal ini yaitu:
1. Di Amerika menyebutnya dengan Law and Society;
2. Di Inggris menyebutnya dengan Law in Society atau Law as it in Society.
D. Menurut Roscoe Pound:
“the practical process of the legal order doesn’t stop at finding by experience, by trial and error and judicial inclusion and exclusion, what will serve to adjust conflicting of overlapping interest. Reason has its part as well as experience. Jurists work out the jural postulates, the presuppositions as to relation and conduct, of civilized society in the time and place and arrive in this way at authoritative starting points for legal reasoning.”
“i am not offering this idea of social engineering as a cure-all to be taken over by political and juristic theory and used to solve all the difficult problems of the science of law in the world today. The task of the lawyer is as a ‘social engineer’ formulating a program of action, attempting to gear individual and social needs to the value of Western democratic society”.
E. LAW is not an ACT
Yang dimaksud “law” dalam konsep “law as a tool of social engineering” sebagian besar adalah berupa “judge made law”. Sedangkan di Indonesia, law itu dianggap undang-undang. Pound tidak mengabaikan undang-undang sama sekali,tetapi ia menganjurkan agar dewasa ini UU yang dibentuk seyogyanya lebih melindungi hak-hak sosial.
F. Taksonomi Kepentingan
Terbagi atas:
1. Individual Interest:
a. Personality
b. Domestic relations
c. Interest of substance
2. Public Interest:
a. Interest of the state as juristic person
b. Interest of the state as guardian pf social interest
3. Social Interest:
a. Social interest in the generally security
b. Social interest in the security of social institutions
c. Social interest in general morals
d. Social interest in the conservation of social resources
e. Social interest in general progress
REFLEKSI:
Dalam aliran socilogical jurisprudence ini memilki satu ciri yang menarik karena aliran ini meyakini bahwa sesuatu itu menjadi hukum kalau telah dialami. Adanya arus yang muncul di Amerika Serikat yaitu The Sociological Jurisprudence dan The Legal Realism, keduanya pemikiran tersebut mengusung pendekatan sosiologis ke dalam ilmu hukum.
Mengenai pendekatan sosiologis terhadap hukum khususnya dalam Structural Functional Approach, sekalipun integrasi sosial tidak pernah tercapai secara sempurna, tetapi sistem sosial itu selalu bergerak ke arah ekuilibrium yang dinamis dan menanggapi perubahan dari eksternal dengan kecenderungan memelihara agar perubahan dalam sistem mencapai derajat minimal saja. Sedangkan dalam Conflict Approach, menyebabkan adanya konflik sebagai akibat dari proses perubahan yang tidak pernah berhenti. Apa yang dimaksud konfik itu? Konflik dalam hal ini adalah gejala yang melekat dalam perubahan sosial. Selain menyebabkan suatu perubahan sosial, konflik itu juga menyebabkan disintegrasi sosial dimana dalam disintegrasi sosial itu selalu ada dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang lainnya.
Adanya suatu perbedaan-perbedaan istilah yang digunakan di Amerika Serikat dan Inggris, sebenarnya berangkat dari hukum. Tetapi tatkala membahas tentang aspek know-why (mengapa hakim sampai memutuskan demikian?) dipakai juga bantuan kajian sosiologi hukum. Hakikat hukum dimana berkembang di Amerika sehingga disebut dengan American Sosiological Jurisprudence. Hukum adalah putusan hakim in-concreto dan menyesuaikan antara living law (hukum yang hidup) dan norma positif.
Pendapat Roscoe Pound mengenai Sociological Jurisprudence “experience is developed by reason on this basis and reason is tested by experience”. Ia juga berpendapat bahwa:
1. Hukum merupakan sarana kontrol sosial khusus yang dapat diefektifkan dalam proses yudisial dan administratif;
2. Ada hubungan fungsional antara hukum dan masyarakat;
3. Sangat penting untuk mencermati sejauh mana putusan-putusan hakim/administrasi berpengaruh positif bagi masyarakat.
Apa yang menjadi fungsi (tugas) dari hukum?
1. Pengendalian sosial (social control), maka hukum itu harus berfungsi untuk menertibkan dan sebagai alat penyelesaian sengketa. Dan
2. Menurut Roscoe Pound, hukum adalah rekayasa sosial. Ia juga berpendapat bahwa:
a. Tugas negara adalah melindungi hak (kepentingan);
b. Dan dalam perkembangannya, ada 3 jenis hak, yaitu:
1. Berupa kepentingan individu,
2. Berupa kepentingan umum (hak badan-badan pemerintah),
3. Berupa kepentingan sosial (hak atas SDA, keamanan, dll).
Dimana kedua hak yaitu kepentingan indivdu dan kepentingan umum sangatlah diperjuangkan pada abad-19. Sehingga Sociological Jurisprudence harus mendorong hak yang berupa kepentingan sosial itu agar dapat berjalan dengan baik di masyarakat.
Dalam hal ini, maka yang menjadi tujuan hukum bagi sociological jurisprudence dan sosilogi hukum itu berbeda. Sociological Jurisprudence bukanlah cabang dari ilmu, tetapi adalah salah satu aliran dalam Filsafat Hukum. Sedangkan Sosiologi Hukum adalah cabang/disiplin dari sosiologi. Jadi, dapat dikatakan bahwa keduanya sama-sama tertarik pada hukum. Sociological Jurisprudence melihat masyarakat dari sudut pandang hukum. Sosiologi hukum melihat hukum dari pandangan masyarakat.
DISKUSI:
1. Bagaimana cara aliran Sociological Jurisprudence ini mendorong agar hak berupa kepentingan sosial atas SDA dan keamanan dapat terpenuhi?
II. TEORI HUKUM PEMBANGUNAN
SUBSTANSI :
A. Teori Hukum Pembangunan:
1. Arti dan fungsi hukum dalam masyarakat adalah hukum untuk ketertiban kemudian dipikirkan selanjutnya mengenai keadilan dan kepastian;
2. Hukum adalah sebagai kaidah sosial sehingga ia merupakan bagian dari sistem kaidah sosial;
3. Hubungan hukum dengan kekuasaan, menyebabkan kekuasaan tunduk pada hukum;
4. Hubungan hukum dengan nilai sosial budaya dimana hukum yang baik adalah sesuai dengan living law (hukum yang hidup);
5. Hukum sebagai “a tool of social engineering”, dimana hukum harus berperan dalam perubahan sosial dalam melangsungkan pembangunan nasioanal.
B. Beberapa Teori Hukum Pembangunan
1. Teori “Kebudayaan” Northrop;
2. Teori “Kebijakan Politik” Laswell-MacDougall;
3. Teori “Social Engineering” Pound (minus konsepsi mekaniknya);
4. Konteks keindonesiaan.
C. Problema Pembangunan Hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja
1. Pluralisme sosial dan hukum kebiasaan;
2. Pluralisme hukum, sebagai akibat dari kolonialisme;
3. Sukarnya mementukan tujuan perkembangan hukum, dll.
D. Pluralisme Hukum menurut EHRLICH
Hukum bisa sebagai aturan untuk membuat keputusan (positivisme hukum) dan sebagai aturan berperilaku. Ehrlich juga mengajukan 3 koreksinya:
1. Hukum tidak hanya dapat diciptakan oleh negara;
2. Hukum buka merupakan satu-satunya landasan pengambilan keputusan oleh lembaga peradilan atau arbitrase;
3. Hukum bukan satu-satunya alat bagi pemaksaan penataan masyarakat terhadap suatu keputusann yang telah diambil oleh pengadilan atau arbitrase.
REFLEKSI:
Teori Pembangunan Hukum ini dipelopori oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M yang juga disebut sebagai arsitek hukum pada jaman Orde Baru. Teori ini beranjak dari:
1. Konteks keindonesiaan atau semangat pembangunan, dimana pembangunan memiliki perspektif pragmatik;
2. Perspektif hubungan hukum dan masyarakat.
Law in the Books sebagai Social Order dan Law in Action (living law) sebagai Social Engineering bersama-sama mempunyai tujuan untuk menciptakan ketertiban, kepastian dan keadilan dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional. Dalam menjalankannya, maka yang berperan adalah aparat negara yang memiliki sense of public service.
Mengenai teori hukum pembangunan, dikenal beberapa teori yaitu:
1. Teori kebudayaan, mengatakan bahwa tidak hanya norma (buatan negara), melainkan juga kode etik institusi lain (aturan berperilaku dalam masyarakat untuk menjaga relasi sosial mereka).
2. Teori kebijakan publik mengatakan bahwa hukum adalah proses.
3. Teori Social Engineering, mengatakan bahwa hukum harus diarahkan ke tujuan pragmatik.
4. Konteks keindonesiaan yaitu adanya semangat pembangunan.
Ada beberapa problema yang muncul dalam pembangunan hukum menurut Mochtar, antara lain resistensi masyarakat terhadap perubahan (akibat kuatnya hukum kebiasaan), sedikitnya data empirik untuk analisis deskriptif dan preskriptif dan sukarnya indikator objektif tentang berhasil tidaknya pembangunan hukum itu.
Manusia berperilaku menrurut hukum, terutama untuk menjaga relasi sosial. Jadi, hukum sama saja dengan normal lainnya (sebagai kode etik). Negara bukan satu-satunya “perkumpulan” yang bisa memaksakan hukum. Ada banyak “perkumpulan” yang kadang lebih efektif dari negara. Sebagai prioritas, maka undang-undang adalah sebagai saran pembangunan masyarakat. Undang-undang itu dibagi 2, yaitu:
1. Undang-undang netral, yaitu undang-undang yang tidak terkait dengan aspek-aspek primordial;
2. Undang-undang non-netral, yaitu undang-undang yang terkait dengan aspek-aspek primordial.
Undang-undang netral sebanyak mungkin harus ditingkatkan untuk membatasi masyarakat, contohnya seperti undang-undang penanaman modal, perpajakan, kepailitan dsb.
DISKUSI:
1. Selain negara yang adalah “perkumpulan” yang dapat memaksakan hukum, menurut Ehrlich masih ada “perkumpulan” lain yang lebih efektif dari negara. Apa sajakah itu?
Saturday, 13 November 2010
Jurnal Hukum XIII
TOPIK XIII : Mazhab Sejarah
TANGAL : 5 & 10 Oktober 2010
SUBSTANSI :
Dalam mazhab sejarah, hukum tumbuh secara evolusioner dengan dipandu jiwa bangsa, Mazhab sejarah muncul sebagai reaksi atas semangat kodifikasi pada saat itu yg sangat identik dengan aliran positivism dimana mazhab sejarah lebih identik dengan aliran hukum kodrat karena sama-sama mempunyai jiwa yakni mazhab sejarah berjiwa bangsa nasional sedangkan aliran kodrat bersifat universal. Jiwa bangsa adalah kehendak-kehendak umum masyarakat yang terorganisasi dalam suatu negara yang bersifat khas dimana jika ingin diajarkan ke negara lain maka hanya bungkus formalnya saja yang dapat dipindahkan sedangkan rohnya tidak dapat dipindahkan karena setiap negara mepunyai jiwa bangsa sendiri.
Tokoh : Von Savigny
Pokok-pokok pikirannya :
• Tidak ada manusia individu yang ada manusia sosial
• Hukum sesuatu yg supraindivudual, suatu gejala masyarakat, terkait dengan kehidupan sejarah suatu masyarakat
• Pada masyarakat primitif, hukum dibentuk tanpa rekayasa melalui jiwa bangsa (volkgeist)
• Jiwa bangsa terus dpelihara melalui keyakinan mendalam atas jiwa bangsa dengan bantuan unsur politik dan unsure teknis.
Tokoh : Paul Ricoeur
Pendapatnya : Sejarah adalah peristiwa-peristiwa yang dihubungkan oleh suatu plot dalam bentuk suatu narasi jadi sejarah terkesan alamiah padahal tidak karena plot merupakan hasil rekayasa pengarang tersebut.
REFLEKSI :
Dalam mazhab sejarah, hukum tidak dapat dibuat tetapi tumbuh didalam kehidupan masyarakat dimana hukum merupakan refleksi dari sosial budaya masyarakat agar efektif sebagai social control. Oleh karna itu dalam historisme hukum sangat menjunjung tinggi pluralise karena hukum merupakan suatu sistem kultural yang bersumber pada jiwa bangsa yang terilhami oleh romantisme hukum. Terdapat dilema dimana sejarah itu bukanlah bersifat ilmiah karena menurut Paul Ricoeur, sejarah adalah suatu plot yang menghubungkan peristiwa-peristiwa sehingga sejarah itu hanya milik seorang pemenang/pengarang sehingga subjektifitas akan sangat berperan dalam hal ini sehingga sejarah tidak muncul secara alamiah. Terdapat kelemahan dalam mazhab sejarah karena hukum akan sangat sulit berkembang karena terlalu berorientasi pada masa lampau dan walaupun berkembang dalam waktu yg cukup lama karena tergantung dari perkembangan dari masyarakat itu sendiri.
DISKUSI :
1. Benarkah sejarah tidak dibuat tetapi tumbuh secara alamiah?
2. Volkgeist itu sangat abstrak, bersifat by design atau by nature?
3. Apakah mungkin mengadopsi semua tradisi, sekalipun saling bertentangan?
4. Apakah unsur politik+unsure teknis ini tidak menjurus hukum yang by design?
-SUB BAHASAN: Pluralisme Hukum
SUBSTANSI:
Terdapat 2 macam pluralism hukum yakni
Pluralisme lemah : posisi hukum negara sederajat dengan hukum-hukum lainnya seperti hukum adat, kebiasaan dll.
Pluralisme kuat : hukum negara ditempatkan pada kedudukan paling tinggi diantara hukum-hukum lainnya, artinya hukum lain dibawah dominasi hukum negara
REFLEKSI:
Merupakan kontra dari unifikasi hukum dan merupakan hasil dari mazhab sejarah. Pluralisme hukum muncul sebagai akibat ketidak-mampuan hukum negara menangani masalah-masalah hukum didalam masyarkat sehingga masyarakat secara inisiatif meng-cover tugas hukum negara sebagai social control, masyarakat demikian disebut vigilante. Hal ini terjadi karena masyarakat mempunyai wilayah sosial semi otonom artinya negara memang mempunyai kekuasaan untuk masuk ke semua wilayah hukum akan tetapi itu hanya suatu konteks belaka dimana kenyataannya ada beberapa wilayah yang tidak bisa dimasuki oleh hukum negara tetapi bukan merupakan kevakuman hukum sebab masyarakat mampu mengisi peran hukum negara tersebut sebagai vigilante.
TANGAL : 5 & 10 Oktober 2010
SUBSTANSI :
Dalam mazhab sejarah, hukum tumbuh secara evolusioner dengan dipandu jiwa bangsa, Mazhab sejarah muncul sebagai reaksi atas semangat kodifikasi pada saat itu yg sangat identik dengan aliran positivism dimana mazhab sejarah lebih identik dengan aliran hukum kodrat karena sama-sama mempunyai jiwa yakni mazhab sejarah berjiwa bangsa nasional sedangkan aliran kodrat bersifat universal. Jiwa bangsa adalah kehendak-kehendak umum masyarakat yang terorganisasi dalam suatu negara yang bersifat khas dimana jika ingin diajarkan ke negara lain maka hanya bungkus formalnya saja yang dapat dipindahkan sedangkan rohnya tidak dapat dipindahkan karena setiap negara mepunyai jiwa bangsa sendiri.
Tokoh : Von Savigny
Pokok-pokok pikirannya :
• Tidak ada manusia individu yang ada manusia sosial
• Hukum sesuatu yg supraindivudual, suatu gejala masyarakat, terkait dengan kehidupan sejarah suatu masyarakat
• Pada masyarakat primitif, hukum dibentuk tanpa rekayasa melalui jiwa bangsa (volkgeist)
• Jiwa bangsa terus dpelihara melalui keyakinan mendalam atas jiwa bangsa dengan bantuan unsur politik dan unsure teknis.
Tokoh : Paul Ricoeur
Pendapatnya : Sejarah adalah peristiwa-peristiwa yang dihubungkan oleh suatu plot dalam bentuk suatu narasi jadi sejarah terkesan alamiah padahal tidak karena plot merupakan hasil rekayasa pengarang tersebut.
REFLEKSI :
Dalam mazhab sejarah, hukum tidak dapat dibuat tetapi tumbuh didalam kehidupan masyarakat dimana hukum merupakan refleksi dari sosial budaya masyarakat agar efektif sebagai social control. Oleh karna itu dalam historisme hukum sangat menjunjung tinggi pluralise karena hukum merupakan suatu sistem kultural yang bersumber pada jiwa bangsa yang terilhami oleh romantisme hukum. Terdapat dilema dimana sejarah itu bukanlah bersifat ilmiah karena menurut Paul Ricoeur, sejarah adalah suatu plot yang menghubungkan peristiwa-peristiwa sehingga sejarah itu hanya milik seorang pemenang/pengarang sehingga subjektifitas akan sangat berperan dalam hal ini sehingga sejarah tidak muncul secara alamiah. Terdapat kelemahan dalam mazhab sejarah karena hukum akan sangat sulit berkembang karena terlalu berorientasi pada masa lampau dan walaupun berkembang dalam waktu yg cukup lama karena tergantung dari perkembangan dari masyarakat itu sendiri.
DISKUSI :
1. Benarkah sejarah tidak dibuat tetapi tumbuh secara alamiah?
2. Volkgeist itu sangat abstrak, bersifat by design atau by nature?
3. Apakah mungkin mengadopsi semua tradisi, sekalipun saling bertentangan?
4. Apakah unsur politik+unsure teknis ini tidak menjurus hukum yang by design?
-SUB BAHASAN: Pluralisme Hukum
SUBSTANSI:
Terdapat 2 macam pluralism hukum yakni
Pluralisme lemah : posisi hukum negara sederajat dengan hukum-hukum lainnya seperti hukum adat, kebiasaan dll.
Pluralisme kuat : hukum negara ditempatkan pada kedudukan paling tinggi diantara hukum-hukum lainnya, artinya hukum lain dibawah dominasi hukum negara
REFLEKSI:
Merupakan kontra dari unifikasi hukum dan merupakan hasil dari mazhab sejarah. Pluralisme hukum muncul sebagai akibat ketidak-mampuan hukum negara menangani masalah-masalah hukum didalam masyarkat sehingga masyarakat secara inisiatif meng-cover tugas hukum negara sebagai social control, masyarakat demikian disebut vigilante. Hal ini terjadi karena masyarakat mempunyai wilayah sosial semi otonom artinya negara memang mempunyai kekuasaan untuk masuk ke semua wilayah hukum akan tetapi itu hanya suatu konteks belaka dimana kenyataannya ada beberapa wilayah yang tidak bisa dimasuki oleh hukum negara tetapi bukan merupakan kevakuman hukum sebab masyarakat mampu mengisi peran hukum negara tersebut sebagai vigilante.
Jurnal Hukum XII
TOPIK XII : Utilitarianisme
TANGAL : 3 November 2010
SUBSTANSI :
PEMAHAMAN
• Ulitilitiarisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.
• Kemanfaatan diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).
• Baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
TOKOH - TOKOH
1. Jeremy Bentham (1748-1832)
• Hukum pertama-tama agar dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu, bukan langsung ke masyarakat secara keseluruhan.
• Agar tidak terjadi bentrokan, kepentingan individu dalam mengejar kebahagiaan sebesar-besarnya itu perlu dibatasi
• Untuk menyeimbangkan antar kepentingan (individu dan masyarakat), Bentham menyarankan ada “simpati” dari tiap-tiap individu.
• Titik berat perhatian pada individu itu, karena apabila setiap individu telah memperoleh kebahagiaannya, dengan sendirinya kebahagiaan masyarakat akan dapat diwujudkan secara simultan.
2. John Stuart Mill (1896-1873)
• Peran Mill dalam ilmu hukum terletak dalam penyelidikannya mengenai hubungan antara keadilan, kegunaan, kepentingan individu dan kepentingan umum.
• Pada hakekatnya, perasaan individu akan keadilan akan membuat individu itu menyesal dan ingin membalas dendam kepada tiap yang tidak menginginkannya.
• Rasa sesal dan keinginan demikian dapat diperbaiki dengan perasaan sosialnya.
• Hal bahwa orang-orang yang baik menyesalkan tindakan yang tidak baik terhadap masyarakat, walaupun tidak mengenai dirinya sendiri.
• Sebaliknya orang-orang yang baik tidak menyesalkan perbuatan tidak baik terhadap diri sendiri, walaupun menimbulkan rasa sakit, kecuali kalau masyarakat bermaksud menindasnya.
• Apa yang digambarkan tersebut merupakan ungkapan rasa adil.
• Perilaku kita akan sedemikian rupa, sehingga semua makhluk berakal dapat menyesuaikan keuntungan dengan kepentingan mereka
3. Rudolf von Jhering (1818-1892)
• Bagi Jhering tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan.
• Dalam mendefinisikan “kepentingan” ia mengikuti Bentham, dengan melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan , tetapi kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain.
REFLEKSI :
Bentham mengatakan bahwa yang baik adalah kesenangan atau kebahagiaan, yang buruk adalah penderitaan atau kesengsaraan. Oleh karena itu, suatu keadaan, jika mencakup kesenangan lebih besar daripada kesenangan, adalah lebih baik dari penderitaan, penderitaan yang lebih kecil daripada kesenangan, adalah lebih baik dari keadaan lainnya.
Kebaikan atau kebahagiaan di satu ranah, berdiri secara vis a vis dengan kejahatan dan kesusahan yang berada di ranah lain. Keduanya selalu dalam kondisi yang saling tarik-menarik. Yang satu jelas tidak akan pernah menghabisi yang lain, karena kedua-duanya mesti dan pasti selalu ada. Keadaan yang mungkin adalah yang satu akan mendominasi atau mengalahkan yang lain dari sisi pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Kondisi yang diinginkan dan diharapkan adalah bagaimana kejahatan dan kesusahan selalu dikalahkan atau lebih kecil dibandingkan kebaikan dan kebahagiaan bagi setiap individu dalam masyarakat.
Untuk menciptakan kondisi dimana kebahagiaan itu selalu lebih besar daripada kesengsaraan, maka menurut Bentham disinilah peranan hukum. Tugas hukum adalah memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Tegasnya, memelihara kegunaan. Bagaimana hukum menjadi alat untuk menciptakan kondisi dimana kebahagiaan jauh lebih mewarnai kehidupan sebanyak mungkin individu dalam masyarakat dibandingkan kesengsaraan.
Ia meletak individu sebagai sesuatu yang utama dalam filsafatnya. Kesenangan individu atau asas manfaat bagi individu merupakan hal pokok yang terlebih dahulu harus diwujudkan hukum. Sementara masyarakat baginya hanyalah lembaga fiktif yang terdiri dari individu-individu yang menjadi anggotanya.
Apa yang terkandung dalam ajarannya ini memperlihatkan bahwa utilitarian sebenarnya adalah sebuah doktrin yang egois. Namun sebenarnya Betham juga tidak menyangkal bahwa disamping kepentingan individu, ada kepentingan masyarakat yang juga mesti diperhatikan. Oleh sebab itulah, usaha individu untuk mengejar kebahagiaan harus dibatasi. Agar kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat bisa diselaraskan, maka dibutuhkan “simpati”. Bentham meyakini bahwa dengan adanya “simpati”, jika setiap orang mementingkan dirinya sendiri, maka kebahagiaan umum dengan sendirinya akan terwujud. Dalam penyelarasan kepentingan individu dengan masyarakat tersebut, titik berat perhatian mesti tetap pada individu. Sebab, apabila setiap individu telah memperoleh kebahagiaannya, dengan sendirinya kebahagiaan masyarakat akan dapat diwujudkan secara simultan.
DISKUSI :
Banyak kelemahan bawaan doktrin utilitarianisme yang diajarkan Bentham. Sekalipun ini merupakan ajarannya yang menginspirasi banyak orang tentang tujuan hukum dan keadilan, namun beberapa point ajaran Bentham yang harus dikritisi, antara lain :
a) Berkenaan dengan bagaimana ia menjelaskan dan mendudukkan hubungan antara individu dengan masyarakat. Sampai dimana kepentingan individu dan sampai dimana pula batas kepentingan masyarakat. Kapan individu mesti membatasi kepentingannya dan kapan pula ia mesti melebur dalam kepentingan bersama ?
b) Dalam rangka pembuatan hukum akan terjadi konflik kepentingan. Terjadi dilema antara membuat hukum yang menguntungkan bagi individu-indivdu mereka yang ada di lembaga legislatif atau individu-individu masyarakat umum?
TANGAL : 3 November 2010
SUBSTANSI :
PEMAHAMAN
• Ulitilitiarisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.
• Kemanfaatan diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).
• Baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
TOKOH - TOKOH
1. Jeremy Bentham (1748-1832)
• Hukum pertama-tama agar dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu, bukan langsung ke masyarakat secara keseluruhan.
• Agar tidak terjadi bentrokan, kepentingan individu dalam mengejar kebahagiaan sebesar-besarnya itu perlu dibatasi
• Untuk menyeimbangkan antar kepentingan (individu dan masyarakat), Bentham menyarankan ada “simpati” dari tiap-tiap individu.
• Titik berat perhatian pada individu itu, karena apabila setiap individu telah memperoleh kebahagiaannya, dengan sendirinya kebahagiaan masyarakat akan dapat diwujudkan secara simultan.
2. John Stuart Mill (1896-1873)
• Peran Mill dalam ilmu hukum terletak dalam penyelidikannya mengenai hubungan antara keadilan, kegunaan, kepentingan individu dan kepentingan umum.
• Pada hakekatnya, perasaan individu akan keadilan akan membuat individu itu menyesal dan ingin membalas dendam kepada tiap yang tidak menginginkannya.
• Rasa sesal dan keinginan demikian dapat diperbaiki dengan perasaan sosialnya.
• Hal bahwa orang-orang yang baik menyesalkan tindakan yang tidak baik terhadap masyarakat, walaupun tidak mengenai dirinya sendiri.
• Sebaliknya orang-orang yang baik tidak menyesalkan perbuatan tidak baik terhadap diri sendiri, walaupun menimbulkan rasa sakit, kecuali kalau masyarakat bermaksud menindasnya.
• Apa yang digambarkan tersebut merupakan ungkapan rasa adil.
• Perilaku kita akan sedemikian rupa, sehingga semua makhluk berakal dapat menyesuaikan keuntungan dengan kepentingan mereka
3. Rudolf von Jhering (1818-1892)
• Bagi Jhering tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan.
• Dalam mendefinisikan “kepentingan” ia mengikuti Bentham, dengan melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan menghindari penderitaan , tetapi kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain.
REFLEKSI :
Bentham mengatakan bahwa yang baik adalah kesenangan atau kebahagiaan, yang buruk adalah penderitaan atau kesengsaraan. Oleh karena itu, suatu keadaan, jika mencakup kesenangan lebih besar daripada kesenangan, adalah lebih baik dari penderitaan, penderitaan yang lebih kecil daripada kesenangan, adalah lebih baik dari keadaan lainnya.
Kebaikan atau kebahagiaan di satu ranah, berdiri secara vis a vis dengan kejahatan dan kesusahan yang berada di ranah lain. Keduanya selalu dalam kondisi yang saling tarik-menarik. Yang satu jelas tidak akan pernah menghabisi yang lain, karena kedua-duanya mesti dan pasti selalu ada. Keadaan yang mungkin adalah yang satu akan mendominasi atau mengalahkan yang lain dari sisi pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Kondisi yang diinginkan dan diharapkan adalah bagaimana kejahatan dan kesusahan selalu dikalahkan atau lebih kecil dibandingkan kebaikan dan kebahagiaan bagi setiap individu dalam masyarakat.
Untuk menciptakan kondisi dimana kebahagiaan itu selalu lebih besar daripada kesengsaraan, maka menurut Bentham disinilah peranan hukum. Tugas hukum adalah memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Tegasnya, memelihara kegunaan. Bagaimana hukum menjadi alat untuk menciptakan kondisi dimana kebahagiaan jauh lebih mewarnai kehidupan sebanyak mungkin individu dalam masyarakat dibandingkan kesengsaraan.
Ia meletak individu sebagai sesuatu yang utama dalam filsafatnya. Kesenangan individu atau asas manfaat bagi individu merupakan hal pokok yang terlebih dahulu harus diwujudkan hukum. Sementara masyarakat baginya hanyalah lembaga fiktif yang terdiri dari individu-individu yang menjadi anggotanya.
Apa yang terkandung dalam ajarannya ini memperlihatkan bahwa utilitarian sebenarnya adalah sebuah doktrin yang egois. Namun sebenarnya Betham juga tidak menyangkal bahwa disamping kepentingan individu, ada kepentingan masyarakat yang juga mesti diperhatikan. Oleh sebab itulah, usaha individu untuk mengejar kebahagiaan harus dibatasi. Agar kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat bisa diselaraskan, maka dibutuhkan “simpati”. Bentham meyakini bahwa dengan adanya “simpati”, jika setiap orang mementingkan dirinya sendiri, maka kebahagiaan umum dengan sendirinya akan terwujud. Dalam penyelarasan kepentingan individu dengan masyarakat tersebut, titik berat perhatian mesti tetap pada individu. Sebab, apabila setiap individu telah memperoleh kebahagiaannya, dengan sendirinya kebahagiaan masyarakat akan dapat diwujudkan secara simultan.
DISKUSI :
Banyak kelemahan bawaan doktrin utilitarianisme yang diajarkan Bentham. Sekalipun ini merupakan ajarannya yang menginspirasi banyak orang tentang tujuan hukum dan keadilan, namun beberapa point ajaran Bentham yang harus dikritisi, antara lain :
a) Berkenaan dengan bagaimana ia menjelaskan dan mendudukkan hubungan antara individu dengan masyarakat. Sampai dimana kepentingan individu dan sampai dimana pula batas kepentingan masyarakat. Kapan individu mesti membatasi kepentingannya dan kapan pula ia mesti melebur dalam kepentingan bersama ?
b) Dalam rangka pembuatan hukum akan terjadi konflik kepentingan. Terjadi dilema antara membuat hukum yang menguntungkan bagi individu-indivdu mereka yang ada di lembaga legislatif atau individu-individu masyarakat umum?
Saturday, 6 November 2010
Jurnal Hukum XI
TOPIK XI : Positivisme Hukum (Part 2)
TANGAL : 27 Oktober 2010
SUBSTANSI :
1. The Pure Norm Theory
- Hukum harus dipisahkan dari moral.
Analisis hukum ditujukan pada analisis norma (perintah penguasa), bukan pada perilaku (real product).
- Hukum harus dipisahkan dari fakta.
Cara melihat norma dengan memposisikan norma sebagai nomodynamics.
2. The Pure Norm Theory
- Sumber hukum adalah norma yang lebih tinggi.
Hukum terbentuk secara dinamis, dan validitas norma harus diukur dari norma juga (bukan moral). Karena norma berjenjang, maka ukuran validitas adalah norma yang lebih tinggi.
- Tujuan dari hukum adalah kepastian hukum. Keadilan, kemanfaatan bukan persoalan ilmu hukum.
3. Imputation
- Imputation (zuhrenung) terkait dengan kapasitas seorang subjek hukum untuk melakukan perbuatan hukum.
- H.L.A. Hart
Hart setuju “law as a command”. Tapi, pandangan Kelsen tentang “grundnorm” terlalu sederhana. Orang menaati hukum bukan karena hukum itu berlaku (secara hipotetis), melainkan karena orang menyesuaikan diri padanya.
Hart menyoroti hukum yang terjadi pada masyarakat yang sederhana.
Menurut Hart, the ultimate rule (of recognition) sebagai sumber hukum tertinggi.
REFLEKSI :
1. Nomodynamics melihat dari kaca mata normanya (norms regulating human behavior), dimana kekuasaan akan terlihat pada perkembangan hukum ini kemudian terbentuklah dinamika hukum. Sedangkan nomostatics melihat dari kaca mata perbuatannya (the human behavior regulated by norms).
2. Dalam nomostatics suatu norma khusus adalah valid karena bergantung pada substansinya yang dapat diderivasi atau dideduksikan dari norma umum. Norma hukum tidak mendasarkan validitasnya berdasarkan pola nomostatics ini.
Menurut Kelsen, validitas seperti ini (validitas ditentukan berdasarkan isi norma) tidak terjadi pada norma hukum, melainkan pada norma moral. Validitas pada norma hukum ditentukan oleh cara pembuatannya (formalitasnya), yaitu sebagai nomodynamics.
Sedangkan dalam nomodynamics norma dasar memberikan kewenangan bagi otoritas negara untuk membentuk norma-norma individual. Otoritas yang lebih tinggi memberikan kewenangan kepada otoritas dibawahnya lagi, sehingga terbentuk rantai pembentukan hukum (chain of creation).
3. Grundnorm hanya dilihat dari aspek bentuknya, bukan isi normanya. Untuk mengisinya, diperlukan bantuan ilmu-ilmu lain (hal ini jelas akan ditolak Kelsen atas nama pemurnian hukum). Kelsen memandang topik keadilan juga harus ditolak dari wacana teori murni, keadilan merupakan sesuatu yang irasional.
4. Dalam imputation pertanggungjawaban dalam hukum ditetapkan sepenuhnya oleh norma itu sendiri, dan bukan oleh hubungan logis (kausalitas) antara norma dan fakta.
5. Menurut H.L.A. Hart, primary rules recognition itu adalah aturan yang belum tersistem dalam hukum negara (undang-undang). Perlu untuk mengakui karena ada pengakuan yang demikian primer kepada negara sebagai pembentuk hukum.
Dan untuk mengatasi kerugian yang ditimbulkan oleh aturan primer yang makin kompleks dalam masyarakat, maka diperlukan aturan sekunder. Jadi, secondary rule of recognition itu adalah aturan primer yang sudah disistematisasi menjadi hukum negara (undang-undang).
The ultimate rule (of recognition) sebagai sumber hukum tertinggi. Isinya bukan berisi “apa saja” melainkan sesuatu. Sesuatu tentang kebenaran yang digantungkan pada umat manusia dan dunia tempat mereka hidup (dipakai untuk mempertahankan ciri-ciri utama yang menonjol yang mereka miliki).
6. Ultimate rule of recognition:
- Dapat mencangkup beberapa kriteria keabsahan;
- Berfungsi untuk mengidentifikasi aturan;
- Keberadaannya adalah suatu fakta (eksis, tapi tidak bisa ditunjukkan keberadaannya);
- Keabsahannya bukan karena paksaan;
- Menanamkan keabsahan terhadap aturan di dalam sistem hukum (dengan mengakui aturan primer dan sekunder);
- Menyediakan sarana untuk menyatukan sistem hukum;
- Sesuatu yang sah belum tentu efektif, demikian pula sebaliknya.
DISKUSI :
1. Apakah yang terjadi jika hukum hanya menjadi sekedar perintah penguasa semata-mata?
2. Apakah kepastian hukum telah dapat dilaksanakan sejalan dengan penerapannya?
TANGAL : 27 Oktober 2010
SUBSTANSI :
1. The Pure Norm Theory
- Hukum harus dipisahkan dari moral.
Analisis hukum ditujukan pada analisis norma (perintah penguasa), bukan pada perilaku (real product).
- Hukum harus dipisahkan dari fakta.
Cara melihat norma dengan memposisikan norma sebagai nomodynamics.
2. The Pure Norm Theory
- Sumber hukum adalah norma yang lebih tinggi.
Hukum terbentuk secara dinamis, dan validitas norma harus diukur dari norma juga (bukan moral). Karena norma berjenjang, maka ukuran validitas adalah norma yang lebih tinggi.
- Tujuan dari hukum adalah kepastian hukum. Keadilan, kemanfaatan bukan persoalan ilmu hukum.
3. Imputation
- Imputation (zuhrenung) terkait dengan kapasitas seorang subjek hukum untuk melakukan perbuatan hukum.
- H.L.A. Hart
Hart setuju “law as a command”. Tapi, pandangan Kelsen tentang “grundnorm” terlalu sederhana. Orang menaati hukum bukan karena hukum itu berlaku (secara hipotetis), melainkan karena orang menyesuaikan diri padanya.
Hart menyoroti hukum yang terjadi pada masyarakat yang sederhana.
Menurut Hart, the ultimate rule (of recognition) sebagai sumber hukum tertinggi.
REFLEKSI :
1. Nomodynamics melihat dari kaca mata normanya (norms regulating human behavior), dimana kekuasaan akan terlihat pada perkembangan hukum ini kemudian terbentuklah dinamika hukum. Sedangkan nomostatics melihat dari kaca mata perbuatannya (the human behavior regulated by norms).
2. Dalam nomostatics suatu norma khusus adalah valid karena bergantung pada substansinya yang dapat diderivasi atau dideduksikan dari norma umum. Norma hukum tidak mendasarkan validitasnya berdasarkan pola nomostatics ini.
Menurut Kelsen, validitas seperti ini (validitas ditentukan berdasarkan isi norma) tidak terjadi pada norma hukum, melainkan pada norma moral. Validitas pada norma hukum ditentukan oleh cara pembuatannya (formalitasnya), yaitu sebagai nomodynamics.
Sedangkan dalam nomodynamics norma dasar memberikan kewenangan bagi otoritas negara untuk membentuk norma-norma individual. Otoritas yang lebih tinggi memberikan kewenangan kepada otoritas dibawahnya lagi, sehingga terbentuk rantai pembentukan hukum (chain of creation).
3. Grundnorm hanya dilihat dari aspek bentuknya, bukan isi normanya. Untuk mengisinya, diperlukan bantuan ilmu-ilmu lain (hal ini jelas akan ditolak Kelsen atas nama pemurnian hukum). Kelsen memandang topik keadilan juga harus ditolak dari wacana teori murni, keadilan merupakan sesuatu yang irasional.
4. Dalam imputation pertanggungjawaban dalam hukum ditetapkan sepenuhnya oleh norma itu sendiri, dan bukan oleh hubungan logis (kausalitas) antara norma dan fakta.
5. Menurut H.L.A. Hart, primary rules recognition itu adalah aturan yang belum tersistem dalam hukum negara (undang-undang). Perlu untuk mengakui karena ada pengakuan yang demikian primer kepada negara sebagai pembentuk hukum.
Dan untuk mengatasi kerugian yang ditimbulkan oleh aturan primer yang makin kompleks dalam masyarakat, maka diperlukan aturan sekunder. Jadi, secondary rule of recognition itu adalah aturan primer yang sudah disistematisasi menjadi hukum negara (undang-undang).
The ultimate rule (of recognition) sebagai sumber hukum tertinggi. Isinya bukan berisi “apa saja” melainkan sesuatu. Sesuatu tentang kebenaran yang digantungkan pada umat manusia dan dunia tempat mereka hidup (dipakai untuk mempertahankan ciri-ciri utama yang menonjol yang mereka miliki).
6. Ultimate rule of recognition:
- Dapat mencangkup beberapa kriteria keabsahan;
- Berfungsi untuk mengidentifikasi aturan;
- Keberadaannya adalah suatu fakta (eksis, tapi tidak bisa ditunjukkan keberadaannya);
- Keabsahannya bukan karena paksaan;
- Menanamkan keabsahan terhadap aturan di dalam sistem hukum (dengan mengakui aturan primer dan sekunder);
- Menyediakan sarana untuk menyatukan sistem hukum;
- Sesuatu yang sah belum tentu efektif, demikian pula sebaliknya.
DISKUSI :
1. Apakah yang terjadi jika hukum hanya menjadi sekedar perintah penguasa semata-mata?
2. Apakah kepastian hukum telah dapat dilaksanakan sejalan dengan penerapannya?
Monday, 1 November 2010
Jurnal Hukum X
TOPIK X : Positivisme Hukum (Part 1)
TANGAL : 1 Oktober 2010
SUBSTANSI :
5 Asumsi dasar Positivisme:
1. Logiko empirisme
2. Realitas objektif
3. Reduksionisme
4. Determinisme
5. Asumsi bebas nilai
Menurut Auguste Comte, ada 3 tahap:
1. Tahap teologis (Fiktif)
2. Tahap metafisis (Abstrak)
3. Tahap positivis (Riil) <- sebagai tahap yang paling tinggi.
Menurut John Austin,
Hukum adalah sekumpulan tanda-tanda yang mencerminkan kehendak, yang disusun atau diadopsi oleh pemeagang kekuasaan.
Hukum positif = ungkapan tentang aturan bekehendak
sehingga dirumuskan:
L = WSEG + S
LAW
Wish
Sanction
Expression of wish
Generality
A sovereign who initiates the command
REFLEKSI :
Dalam positivisem hukum, hukum yang melahirkan hak. Bukan hak yang melahrkan hukum.
Selain itu, hukum menarik garis batas antara moral dan hukum dimana tidak perlu ada kaitan antara hukum dan moral. Hukum bersifat netral dan tidak terkait dengan moral (a-moral).
Postivisme hukum = what the law is (ius constitutum). Bukan what the law ought to be (ius constituendum).
John Austin, dengan analitycal Jusrisprudence mengaakan bahwa hukum adalah tanda.
Sehingga jika dikatakan bahwa hukum positif adalah ungkapan tentang aturan berkehendak, maka kehendak siapa?
Konsep-konsep demikianlah dianalisis dengan menggunakan analitycal jusrisprudence dengan pendekatan kehendak metafisis.
DISKUSI :
1. Seberapa jauhkah fakta mengikuti hukum di dalam positivisme hukum?
2. Seberapa jauhkah hukum manjadi alat kontrol sosial?
TANGAL : 1 Oktober 2010
SUBSTANSI :
5 Asumsi dasar Positivisme:
1. Logiko empirisme
2. Realitas objektif
3. Reduksionisme
4. Determinisme
5. Asumsi bebas nilai
Menurut Auguste Comte, ada 3 tahap:
1. Tahap teologis (Fiktif)
2. Tahap metafisis (Abstrak)
3. Tahap positivis (Riil) <- sebagai tahap yang paling tinggi.
Menurut John Austin,
Hukum adalah sekumpulan tanda-tanda yang mencerminkan kehendak, yang disusun atau diadopsi oleh pemeagang kekuasaan.
Hukum positif = ungkapan tentang aturan bekehendak
sehingga dirumuskan:
L = WSEG + S
LAW
Wish
Sanction
Expression of wish
Generality
A sovereign who initiates the command
REFLEKSI :
Dalam positivisem hukum, hukum yang melahirkan hak. Bukan hak yang melahrkan hukum.
Selain itu, hukum menarik garis batas antara moral dan hukum dimana tidak perlu ada kaitan antara hukum dan moral. Hukum bersifat netral dan tidak terkait dengan moral (a-moral).
Postivisme hukum = what the law is (ius constitutum). Bukan what the law ought to be (ius constituendum).
John Austin, dengan analitycal Jusrisprudence mengaakan bahwa hukum adalah tanda.
Sehingga jika dikatakan bahwa hukum positif adalah ungkapan tentang aturan berkehendak, maka kehendak siapa?
Konsep-konsep demikianlah dianalisis dengan menggunakan analitycal jusrisprudence dengan pendekatan kehendak metafisis.
DISKUSI :
1. Seberapa jauhkah fakta mengikuti hukum di dalam positivisme hukum?
2. Seberapa jauhkah hukum manjadi alat kontrol sosial?
Jurnal Hukum IX
TOPIK IX : Aliran Hukum Kodrat
TANGAL : 24 & 29 September 2010
SUBSTANSI :
Dalam pandangan hukum kodrat, hak yang melahirkan hukum bukan sebaliknya dimana hakikat hukum adalah nilai – nilai yang berlaku universal dan abadi dengan 2 pertimbangan yakni :
1. Wahyu Tuhan ( keadilan )
2. Rasio manusia ( kebenaran )
Versi Aliran Hukum Kodrat :
1. Traditional Version
Tokoh : Thomas Aquinas
Pendapat : Moralitas berasal dari hukum kodrat ( Tuhan )
Hukum positif wajib sejalan dengan moralitas, jika tidak :
• Hukum positif tidak sah
• Aturannya batal demi hukum
• Tidak ada beban kewajiban bagi siapapun
2. Inner Morality Version
Tokoh : Lon Fuller
Pendapat : Moralitas berasal dari sistem hukum
Hukum positif tetap sah sepanjang tidak melanggar inner morality of law
3. Interpretive Version
Tokoh : Ronald Dworkin
Pendapat : Moralitas berasal dari hasil interpretasi para pengembang hukum
Hukum positif wajib sejalan dengan moralitas, jika tidak :
• Kesulitan dalam memberikan pertimbangan moral yang tepat terhadap hukum positif
• Jika tidak bisa memberikan pertimbangan moral maka hukum positif tersebut tidak sah
REFLEKSI :
Aliran hukum kodrat memandang bahwa sumber hukum tertinggi berasal dari tuhan (Eternal Law) yang turun menjadi Divine Law, Natural Law dan Human Law sehingga antara hukum dengan moral saling menyatu/identik. Namun perlu diketahui apakah hukum yang mengikuti norma atau sebaliknya, hal ini lah yang ingin dijawab dalam aliran Hukum Kodrat. Dalam hal ini terdapat 3 versi dimana traditional version (Thomas Aquinas) yang menyatakan bahwa hukum harus sejalan dengan moralitas dimana moralitas itu berasal dari hukum kodrat (Tuhan) dan apabila hukum positif bertentangan dengan hukum kodrat maka hukum positif tersebut langsung batal , kedua adalah Inner Morality version (Lon Fuller) yang menyatakan bahwa hukum positif tetap sah sepanjang sejalan dengan moralitas di dalam hukum bukan moralitas pada umumnya dimana moralitas di dalam hukum tersebut berasal dari suatu sistem hukum. Sedangkan yang ketiga yakni Interpretative version (Ronald Dworkin) yang menyatakan hukum positif wajib sejalan dengan moralitas yang berasal dari hasil interpretasi para pengembang hukum.
DISKUSI :
1. Apa hakikat hukum yang baik menurut Aliran Hukum Kodrat?
2. Apa tujuan hukum yang diutamakan oleh Aliran Hukum Kodrat?
TANGAL : 24 & 29 September 2010
SUBSTANSI :
Dalam pandangan hukum kodrat, hak yang melahirkan hukum bukan sebaliknya dimana hakikat hukum adalah nilai – nilai yang berlaku universal dan abadi dengan 2 pertimbangan yakni :
1. Wahyu Tuhan ( keadilan )
2. Rasio manusia ( kebenaran )
Versi Aliran Hukum Kodrat :
1. Traditional Version
Tokoh : Thomas Aquinas
Pendapat : Moralitas berasal dari hukum kodrat ( Tuhan )
Hukum positif wajib sejalan dengan moralitas, jika tidak :
• Hukum positif tidak sah
• Aturannya batal demi hukum
• Tidak ada beban kewajiban bagi siapapun
2. Inner Morality Version
Tokoh : Lon Fuller
Pendapat : Moralitas berasal dari sistem hukum
Hukum positif tetap sah sepanjang tidak melanggar inner morality of law
3. Interpretive Version
Tokoh : Ronald Dworkin
Pendapat : Moralitas berasal dari hasil interpretasi para pengembang hukum
Hukum positif wajib sejalan dengan moralitas, jika tidak :
• Kesulitan dalam memberikan pertimbangan moral yang tepat terhadap hukum positif
• Jika tidak bisa memberikan pertimbangan moral maka hukum positif tersebut tidak sah
REFLEKSI :
Aliran hukum kodrat memandang bahwa sumber hukum tertinggi berasal dari tuhan (Eternal Law) yang turun menjadi Divine Law, Natural Law dan Human Law sehingga antara hukum dengan moral saling menyatu/identik. Namun perlu diketahui apakah hukum yang mengikuti norma atau sebaliknya, hal ini lah yang ingin dijawab dalam aliran Hukum Kodrat. Dalam hal ini terdapat 3 versi dimana traditional version (Thomas Aquinas) yang menyatakan bahwa hukum harus sejalan dengan moralitas dimana moralitas itu berasal dari hukum kodrat (Tuhan) dan apabila hukum positif bertentangan dengan hukum kodrat maka hukum positif tersebut langsung batal , kedua adalah Inner Morality version (Lon Fuller) yang menyatakan bahwa hukum positif tetap sah sepanjang sejalan dengan moralitas di dalam hukum bukan moralitas pada umumnya dimana moralitas di dalam hukum tersebut berasal dari suatu sistem hukum. Sedangkan yang ketiga yakni Interpretative version (Ronald Dworkin) yang menyatakan hukum positif wajib sejalan dengan moralitas yang berasal dari hasil interpretasi para pengembang hukum.
DISKUSI :
1. Apa hakikat hukum yang baik menurut Aliran Hukum Kodrat?
2. Apa tujuan hukum yang diutamakan oleh Aliran Hukum Kodrat?
Sunday, 26 September 2010
Jurnal Hukum VIII
TOPIK VIII : Aliran Berpikir Filsafat - Intuisionisme, Deontologis, Teleologis, Situasional
TANGAL : 24 September 2010
SUBSTANSI :
1. Epistemologi : Intuisionisme
Henry Bergson (1859-1941)
Intuisi sebagai Filsafat
Intuisi : naluri yang terpengaruh, sadar diri mampu merenungkan objeknya dan memperluasnya secara tak terbatas
Edmund Husserl (1859-1938)
Intuisi Fenomenologis
Fenomena (gejala) hanya mungkin ditangkap dengan intuisi, tanpa melalui tahap-tahap penyimpulan infrensial.
Fenomenologis, melihat segala sesuatu sebagai gejala, ilmupun gejala = bentuk tertentu kesadaran manusia. Apa yang menampakan diri dalam dirinya sendiri.
Supaya intuisi dapat menangkap hakikat objek-objek itu, dperlukan tiga reduksi :
1. Reduksi Fenomenologis
2. Reduksi Eiditis
3. Reduksi Transeden
Tidak ada realitas yang objektif, yang ada hanya fenomena.
2. Aksiologi : Etika
Etika Deontologis :
Ukuran baik buruk diukur dari tindakan fisik. Kant berpendapat moralitas memerlukan keadilan, yang hanya ditetapkan oleh tuhan, jadi, moral hanya ada selama manusia bertindak atas dasar kewajiban = Imperatif Kategoris
Dua Keriteria etika Deontologi
1. Deontologis Tindakan : dalam keadaan ini, saya harus melakukan ini dan memang menjadi kewajiban saya untuk melakukannya. Kritik : keadaan bisa berbeda-beda, tak bisa dijadikan dasar .
2. Deontologis Aturan : standart tindakan benar/salah adalah aturan. Jadi saya melakukan ini karena sesuai standart dalam aturan. Kritik : tidak ada aturan yang bisa berlaku untuk semua keadaan.
Etika Teleologis :
Ukuran baik-buruk diukur kemudian dari akibat Tindakan. Bentham=Utilititarianisme
Manusia berbuat karena pamrih tertentu = Imperatif Hipotesis
Juga dapat dibedakan menjadi dua :
1. Utilititarianisme tindakan
2. Utilitirarianisme aturan
Etika Situasi :
-Bergantung situasi
-Tidak ada ukuran pasti
-Tidak ada otoritas masyarakat yang dapat mewajibkan secara mutlak
-Otoritas itu hanya berlaku dengan syarat.
-Etika situasi menuju ke etika fenomenologis
REFLEKSI :
Intuisionisme adalah salah satu aliran berpikir dalam filsafat, yang mana aliran ini menjadi penting karena aliran ini mencoba untuk menggambarkan apa saja yeng termasuk intuisionime. Jika kita memelajari secara terperinci maka kita akan menemukan berbagai macam istilah dalam aliran ini contohnya epistemologis intuisionisme, yang mana salah satu pemikir filsafat bernama bentham memberikan pemahaman intuisi adalah naluri yang terpengaruh, sadar-diri, mampu merenungkan objeknya dan memperluasanya secara tidak terbatas. Ada juga Etika Deontologis yaitu Ukuran baik buruk diukur dari tindakan fisik. Kant berpendapat moralitas memerlukan keadilan, yang hanya ditetapkan oleh tuhan, jadi, moral hanya ada selama manusia bertindak atas dasar kewajiban = Imperatif Kategoris. Jika kita sedang mempelajari aliran berpikir filsafat maka Intuisionisme adalah hal wajib yang perlu kita ketahui.
DISKUSI :
1. Apakah perbedaan mendasar anatara intuisi sebagai filsafat hidup dengan Intuisi fenomenologis?
2. Jika kita mempeljari Etika Deontologis, apakah yang dimaksud etika ditempatkan sebagai disiplin otonom, bukan sains atau ontologis?
TANGAL : 24 September 2010
SUBSTANSI :
1. Epistemologi : Intuisionisme
Henry Bergson (1859-1941)
Intuisi sebagai Filsafat
Intuisi : naluri yang terpengaruh, sadar diri mampu merenungkan objeknya dan memperluasnya secara tak terbatas
Edmund Husserl (1859-1938)
Intuisi Fenomenologis
Fenomena (gejala) hanya mungkin ditangkap dengan intuisi, tanpa melalui tahap-tahap penyimpulan infrensial.
Fenomenologis, melihat segala sesuatu sebagai gejala, ilmupun gejala = bentuk tertentu kesadaran manusia. Apa yang menampakan diri dalam dirinya sendiri.
Supaya intuisi dapat menangkap hakikat objek-objek itu, dperlukan tiga reduksi :
1. Reduksi Fenomenologis
2. Reduksi Eiditis
3. Reduksi Transeden
Tidak ada realitas yang objektif, yang ada hanya fenomena.
2. Aksiologi : Etika
Etika Deontologis :
Ukuran baik buruk diukur dari tindakan fisik. Kant berpendapat moralitas memerlukan keadilan, yang hanya ditetapkan oleh tuhan, jadi, moral hanya ada selama manusia bertindak atas dasar kewajiban = Imperatif Kategoris
Dua Keriteria etika Deontologi
1. Deontologis Tindakan : dalam keadaan ini, saya harus melakukan ini dan memang menjadi kewajiban saya untuk melakukannya. Kritik : keadaan bisa berbeda-beda, tak bisa dijadikan dasar .
2. Deontologis Aturan : standart tindakan benar/salah adalah aturan. Jadi saya melakukan ini karena sesuai standart dalam aturan. Kritik : tidak ada aturan yang bisa berlaku untuk semua keadaan.
Etika Teleologis :
Ukuran baik-buruk diukur kemudian dari akibat Tindakan. Bentham=Utilititarianisme
Manusia berbuat karena pamrih tertentu = Imperatif Hipotesis
Juga dapat dibedakan menjadi dua :
1. Utilititarianisme tindakan
2. Utilitirarianisme aturan
Etika Situasi :
-Bergantung situasi
-Tidak ada ukuran pasti
-Tidak ada otoritas masyarakat yang dapat mewajibkan secara mutlak
-Otoritas itu hanya berlaku dengan syarat.
-Etika situasi menuju ke etika fenomenologis
REFLEKSI :
Intuisionisme adalah salah satu aliran berpikir dalam filsafat, yang mana aliran ini menjadi penting karena aliran ini mencoba untuk menggambarkan apa saja yeng termasuk intuisionime. Jika kita memelajari secara terperinci maka kita akan menemukan berbagai macam istilah dalam aliran ini contohnya epistemologis intuisionisme, yang mana salah satu pemikir filsafat bernama bentham memberikan pemahaman intuisi adalah naluri yang terpengaruh, sadar-diri, mampu merenungkan objeknya dan memperluasanya secara tidak terbatas. Ada juga Etika Deontologis yaitu Ukuran baik buruk diukur dari tindakan fisik. Kant berpendapat moralitas memerlukan keadilan, yang hanya ditetapkan oleh tuhan, jadi, moral hanya ada selama manusia bertindak atas dasar kewajiban = Imperatif Kategoris. Jika kita sedang mempelajari aliran berpikir filsafat maka Intuisionisme adalah hal wajib yang perlu kita ketahui.
DISKUSI :
1. Apakah perbedaan mendasar anatara intuisi sebagai filsafat hidup dengan Intuisi fenomenologis?
2. Jika kita mempeljari Etika Deontologis, apakah yang dimaksud etika ditempatkan sebagai disiplin otonom, bukan sains atau ontologis?
Jurnal Hukum VII
TOPIK VII : Aliran Berpikir Filsafat - Positivisme
TANGAL : 17 September 2010
SUBSTANSI :
1. Positivisme
Auguste Comte:
Hukum ada 3 tahap:
1) Tahap Teologis
2) Tahap Metafisis
3) Tahap Positivis (riil)
Di dalam pandangan ini, dominasi empiris sangat kuat
Positif berarti:
- Kenyataan >< khayal
- Kepastian >< keraguan
- Ketepatan >< kekaburan
- Kemanfaatan >< sekedar rasa ingin tahu
- Keteraturan >< negatif
5 asumsi dasar positivisme:
1) Logika empirisme
Kebenaran; pembuktian lewat empiri, korespondensi: suatu yang dianggap benar sepanjang sama dengan kenyataannya
2) Realitas objektif
Satu realitas saja, subjek- objek terpisah
3) Reduksionisme
Setiap objek dapat diamati dalam satuan kecil. Jika tidak itu bukan realitas, contoh dalam memeriksa atau melihat pembuatan jam tangan, dapat terlihat bagian- bagian terkecilnya jika dibongkar
4) Determinisme
Keteraturan dunia karena hukum kausalitas yang linear. Jika semuanya teratur maka ilmu tidak diperlukan.
5) Asumsi bebas nilai
Ilmu selalu bebas nilai.
Kelima asumsi dasar ini awalnya diharapkan dapat menyatukan ilmu- ilmu
Positivisme pertama kali lahir di Wina , dari beberapa tokoh cerdas dari berbagai bidang yang berkumpul dan membentuk aliran logical positivism dengan tujuan unified science (satu ilmu yang berkesatuan).
REFLEKSI :
2. Dalam Positivisme, ada 5 asumsi dasar positivisme yang awalnya diharapkan dapat mempersatukan ilmu- ilmu, dikarenakan kelima asumsi ini pada dasarnya dapat mencakup semua jenis ilmu yang ada.
Logika empirisme menjelaskan sesuatu yang dianggap benar sepanjang sama dengan kenyataan, kebenaran dibuktikan lewat pengalaman.
Realitas objektif suatu objek harus dipandang sebagai satu realitas saja, tidak ada tempat untuk interpretasi subjektif, karena suatu ilmu perlu disamaratakan pengertiannya untuk dapat dipelajari.
Reduksionisme, setiap objek diamati dalam satuan kecil atau dengan kata lain dengan seksama sehingga terlihat jelas komponen- komponen suatu yang kita pelajari dan tidak meninggalkan sisa- sisa pertanyaan yang dapat membuat ilmu yang dipelajari tidak lengkap.
Determinisme, keteraturan dunia karena hukum kausalitas yang linear. Dirasakan bahwa dengan adanya ilmu maka dunia dapat dikendalikan, dengan mengaturnya secara teratur.
Asumsi bebas nilai, tidak adanya tempat untuk subjektifitas mengakibatkan nilai- nilai menjadi tidak relevan sehingga tidak dapat dianggap baik atau buruk, ilmu adalah selalu bebas nilai.
DISKUSI :
1. Seberapa besar pengaruh teori hukum tiga tahap Auguste Comte terhadap pandangan Positivisme?
2. Positivisme sebagai bagian dari epistimologi menyumbangkan apa dalam ilmu pengetahuan?
TANGAL : 17 September 2010
SUBSTANSI :
1. Positivisme
Auguste Comte:
Hukum ada 3 tahap:
1) Tahap Teologis
2) Tahap Metafisis
3) Tahap Positivis (riil)
Di dalam pandangan ini, dominasi empiris sangat kuat
Positif berarti:
- Kenyataan >< khayal
- Kepastian >< keraguan
- Ketepatan >< kekaburan
- Kemanfaatan >< sekedar rasa ingin tahu
- Keteraturan >< negatif
5 asumsi dasar positivisme:
1) Logika empirisme
Kebenaran; pembuktian lewat empiri, korespondensi: suatu yang dianggap benar sepanjang sama dengan kenyataannya
2) Realitas objektif
Satu realitas saja, subjek- objek terpisah
3) Reduksionisme
Setiap objek dapat diamati dalam satuan kecil. Jika tidak itu bukan realitas, contoh dalam memeriksa atau melihat pembuatan jam tangan, dapat terlihat bagian- bagian terkecilnya jika dibongkar
4) Determinisme
Keteraturan dunia karena hukum kausalitas yang linear. Jika semuanya teratur maka ilmu tidak diperlukan.
5) Asumsi bebas nilai
Ilmu selalu bebas nilai.
Kelima asumsi dasar ini awalnya diharapkan dapat menyatukan ilmu- ilmu
Positivisme pertama kali lahir di Wina , dari beberapa tokoh cerdas dari berbagai bidang yang berkumpul dan membentuk aliran logical positivism dengan tujuan unified science (satu ilmu yang berkesatuan).
REFLEKSI :
2. Dalam Positivisme, ada 5 asumsi dasar positivisme yang awalnya diharapkan dapat mempersatukan ilmu- ilmu, dikarenakan kelima asumsi ini pada dasarnya dapat mencakup semua jenis ilmu yang ada.
Logika empirisme menjelaskan sesuatu yang dianggap benar sepanjang sama dengan kenyataan, kebenaran dibuktikan lewat pengalaman.
Realitas objektif suatu objek harus dipandang sebagai satu realitas saja, tidak ada tempat untuk interpretasi subjektif, karena suatu ilmu perlu disamaratakan pengertiannya untuk dapat dipelajari.
Reduksionisme, setiap objek diamati dalam satuan kecil atau dengan kata lain dengan seksama sehingga terlihat jelas komponen- komponen suatu yang kita pelajari dan tidak meninggalkan sisa- sisa pertanyaan yang dapat membuat ilmu yang dipelajari tidak lengkap.
Determinisme, keteraturan dunia karena hukum kausalitas yang linear. Dirasakan bahwa dengan adanya ilmu maka dunia dapat dikendalikan, dengan mengaturnya secara teratur.
Asumsi bebas nilai, tidak adanya tempat untuk subjektifitas mengakibatkan nilai- nilai menjadi tidak relevan sehingga tidak dapat dianggap baik atau buruk, ilmu adalah selalu bebas nilai.
DISKUSI :
1. Seberapa besar pengaruh teori hukum tiga tahap Auguste Comte terhadap pandangan Positivisme?
2. Positivisme sebagai bagian dari epistimologi menyumbangkan apa dalam ilmu pengetahuan?
Jurnal Hukum VI
TOPIK VI : Aliran Berpikir Filsafat - Rasionalisme dan Empirisme
TANGAL : 15 September 2010
SUBSTANSI :
1. RASIONALISME (Cogito ergo sum; I think,therefore I exist)
o Rene Descartes sebagai pelopor Rasionalisme modern, mengemukakan aliran Rasionalisme yang memakai cara berpikir apriori, dimana syarat keyakinan didasarkan atas merupakan hal mustahil untuk dibantah; merupakan keyakinan terakhir; mengenai hal yang eksis/ ada.
2. EMPIRISME (sumber pengetahuan adalah pengalaman melalui observasi indera)
o John Locke, mengemukakan ide muncul karena ada pengalaman yang didapat dari indera (pengetahuan sederhana), bila diolah oleh rasio akan menghasilkan pengetahuan kompleks.
o George Berkeley, mengemukakan bahwa yang penting dari empiri hanya terkait kualitas sekunder (sifat kualitas) dan bukan kualitas primer (fisik objek)
o David Hume, Mengemukakan Bila tak ada kesan maka tak ada gagasan. Maka bila ada gagasan tanpa kesan, hal itu berarti tak bermakna.
REFLEKSI :
Rasionalisme adalah aliran filsafat yang menekankan akal atau rasio sebagai sumber pengetahuan yang memiliki nilai kebenaran dan dapat diuji keilmiahannya. Maka pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat kebenaran ilmiah secara mutlak. Adapun pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman karena akal dapat menurunkan kebenaran dari pada dirnya sendiri yaitu atas dasar asas-asas yang pasti. Metode yang diterapkan adalah deduktif dengan pendekatan ilmu pasti. Segala sesuatu dapat dan harus dimengerti secara rasional. Suatu pernyataan hanya boleh diterima sebagai benar dan sebuah claim hanya dapat dianggap sah apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Rasionalisme merupakan semacam pemberontakan terhadap otoritas-otoritas tradisional yang bersifat dogmatis. Tidak cukup untuk mendasarkan sebuah tuntutan atas wewenang pihak yang menuntut, melainkan isi tuntutan itu sendiri harus dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Aliran filsafat ini secara hakiki bersifat anti tradisional.
Adapun aliran Empirisme berpendapat bahwa empirik atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan baik pengalaman yang batiniyah maupun yang lahiriayah. Akal bukan menjadi sumber pengetahuan, akan tetapi akal mendapatkan tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi. Semula aliran ini seperti masih menganut semacam realisme yang naif yang menganggap bahwa pengenalan yang diperoleh melalui pengalaman tanpa penyelidikan lebih lanjut telah memiliki nilai yang obyektif. Akan tetapi kemudian nilai pengenalan yang diperoleh memalui pegalaman itu sendiri dijadikan sasaran atau obyek penelitian.
1. Di dalam Empirisme, apa yang dapat diobservasi melalui indera manusia inilah yang dijadikan sumber pengetahuan. Yang paling penting adalah observasi, apa yang dapat dilihat, dikecap, dirasakan, disentuh, diendus membuat tiap indera memahami sesuatu yang menjadi objeknya. Kemudian hasil observasi tersebut masuk dan terekam. Termasuk perasaan- perasaan kita bergantung pada apa yang diajarkan oleh orangtua.
Indera manusia umumnya merupakan kualitas sekunder.
Mengingat adanya pengetahuan yang objektif kualitas primer
Pengetahuan subjektif kualitas sekunder.
Jadi pengetahuan yang didapat manusia melalui inderanya adalah berbeda antara satu manusia dengan lainnya.
Terkait dengan kesan dan gagasan bahwa hubungannya adalah
Suatu persepsi inderawi menimbulkan apa yang disebut dengan ‘kesan’
Setelahnya kemudian ada ingatan akan pengalaman itu yang disebut dengan ‘gagasan’.
Jadi di dalam suatu pengalaman, yang akan diingat adalah kesan dari kejadian yang pernah dialaminya, seperti rasa malu, takut, sakit, hal- hal yang dapat dirasakan oleh indera.
• Ada sebuah pertanyaan yang cukup menggugah hati kami sebagai penulis terkait empirisme dan rasionalisme ini, yaitu terletak pada paradigma dan parameter apa yang digunakan untuk mencerap dan menguak realitas. Atau lebih jelasnya, pendekatan mana yang lebih unggul?
Menurut logikawan, metode induksi (pengalaman) bukanlah tandingan atas metode deduktif. Lantaran pengalaman itu sendiri mengandung deduksi, ia juga dapat mejadi salah satu premis dalam deduksi lain.
Kami mencoba menarik kesimpulan bahwa dua pendekatan ini (rasionalisme dan empirisme) sebenarnya tidak ada yang dapat dikatakan lebih unggul dalam hal pencarian kebenaran karena disemua metode mempunyai kelebihan dan kekurangan dan saling melengkapi. Adanya observasi, eksperimen dan komparasi dapat menjadi jalan tengah untuk semua peneltian ilmu pengetahuan.
DISKUSI :
1. Apakah semua pengalaman yang primer bernilai empirisme?
2. Apakah hukum kausal merupakan bagian dari gagasan kompleks? Jadi tanpa adanya suatu hukum kausal tidak ada gagasan kompleks?
TANGAL : 15 September 2010
SUBSTANSI :
1. RASIONALISME (Cogito ergo sum; I think,therefore I exist)
o Rene Descartes sebagai pelopor Rasionalisme modern, mengemukakan aliran Rasionalisme yang memakai cara berpikir apriori, dimana syarat keyakinan didasarkan atas merupakan hal mustahil untuk dibantah; merupakan keyakinan terakhir; mengenai hal yang eksis/ ada.
2. EMPIRISME (sumber pengetahuan adalah pengalaman melalui observasi indera)
o John Locke, mengemukakan ide muncul karena ada pengalaman yang didapat dari indera (pengetahuan sederhana), bila diolah oleh rasio akan menghasilkan pengetahuan kompleks.
o George Berkeley, mengemukakan bahwa yang penting dari empiri hanya terkait kualitas sekunder (sifat kualitas) dan bukan kualitas primer (fisik objek)
o David Hume, Mengemukakan Bila tak ada kesan maka tak ada gagasan. Maka bila ada gagasan tanpa kesan, hal itu berarti tak bermakna.
REFLEKSI :
Rasionalisme adalah aliran filsafat yang menekankan akal atau rasio sebagai sumber pengetahuan yang memiliki nilai kebenaran dan dapat diuji keilmiahannya. Maka pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat kebenaran ilmiah secara mutlak. Adapun pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman karena akal dapat menurunkan kebenaran dari pada dirnya sendiri yaitu atas dasar asas-asas yang pasti. Metode yang diterapkan adalah deduktif dengan pendekatan ilmu pasti. Segala sesuatu dapat dan harus dimengerti secara rasional. Suatu pernyataan hanya boleh diterima sebagai benar dan sebuah claim hanya dapat dianggap sah apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Rasionalisme merupakan semacam pemberontakan terhadap otoritas-otoritas tradisional yang bersifat dogmatis. Tidak cukup untuk mendasarkan sebuah tuntutan atas wewenang pihak yang menuntut, melainkan isi tuntutan itu sendiri harus dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Aliran filsafat ini secara hakiki bersifat anti tradisional.
Adapun aliran Empirisme berpendapat bahwa empirik atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan baik pengalaman yang batiniyah maupun yang lahiriayah. Akal bukan menjadi sumber pengetahuan, akan tetapi akal mendapatkan tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi. Semula aliran ini seperti masih menganut semacam realisme yang naif yang menganggap bahwa pengenalan yang diperoleh melalui pengalaman tanpa penyelidikan lebih lanjut telah memiliki nilai yang obyektif. Akan tetapi kemudian nilai pengenalan yang diperoleh memalui pegalaman itu sendiri dijadikan sasaran atau obyek penelitian.
1. Di dalam Empirisme, apa yang dapat diobservasi melalui indera manusia inilah yang dijadikan sumber pengetahuan. Yang paling penting adalah observasi, apa yang dapat dilihat, dikecap, dirasakan, disentuh, diendus membuat tiap indera memahami sesuatu yang menjadi objeknya. Kemudian hasil observasi tersebut masuk dan terekam. Termasuk perasaan- perasaan kita bergantung pada apa yang diajarkan oleh orangtua.
Indera manusia umumnya merupakan kualitas sekunder.
Mengingat adanya pengetahuan yang objektif kualitas primer
Pengetahuan subjektif kualitas sekunder.
Jadi pengetahuan yang didapat manusia melalui inderanya adalah berbeda antara satu manusia dengan lainnya.
Terkait dengan kesan dan gagasan bahwa hubungannya adalah
Suatu persepsi inderawi menimbulkan apa yang disebut dengan ‘kesan’
Setelahnya kemudian ada ingatan akan pengalaman itu yang disebut dengan ‘gagasan’.
Jadi di dalam suatu pengalaman, yang akan diingat adalah kesan dari kejadian yang pernah dialaminya, seperti rasa malu, takut, sakit, hal- hal yang dapat dirasakan oleh indera.
• Ada sebuah pertanyaan yang cukup menggugah hati kami sebagai penulis terkait empirisme dan rasionalisme ini, yaitu terletak pada paradigma dan parameter apa yang digunakan untuk mencerap dan menguak realitas. Atau lebih jelasnya, pendekatan mana yang lebih unggul?
Menurut logikawan, metode induksi (pengalaman) bukanlah tandingan atas metode deduktif. Lantaran pengalaman itu sendiri mengandung deduksi, ia juga dapat mejadi salah satu premis dalam deduksi lain.
Kami mencoba menarik kesimpulan bahwa dua pendekatan ini (rasionalisme dan empirisme) sebenarnya tidak ada yang dapat dikatakan lebih unggul dalam hal pencarian kebenaran karena disemua metode mempunyai kelebihan dan kekurangan dan saling melengkapi. Adanya observasi, eksperimen dan komparasi dapat menjadi jalan tengah untuk semua peneltian ilmu pengetahuan.
DISKUSI :
1. Apakah semua pengalaman yang primer bernilai empirisme?
2. Apakah hukum kausal merupakan bagian dari gagasan kompleks? Jadi tanpa adanya suatu hukum kausal tidak ada gagasan kompleks?
Jurnal Hukum V
TOPIK V : Aliran Berpikir Filsafat - Materialisme, Idealisme
TANGAL : 3 September 2010
SUBSTANSI :
1. Materialisme:
“Realitas ada karena materi.” “Materi itulah yang abadi sebagai realitas.”
Filsuf yang mendukung:
- Demokritos
- Thomas Hobbes
- Isaac Newton
Metafisika: materialisme, bahwa alam semesta bekerja melalui mekanisme tersendiri. Gerakan materi- materi.
Karl Marx: sejarah digerakkan oleh dialektika materi, perubahan ide karena perubahan materi.
Materialisme histories kekuasaan riil atas materi (mengubah sejarah)
Materialisme dialektik hubungan dialektik antara materi, ekonomi, dan social.
Tokoh- tokoh terkenal:
- Charles Darwin
- Ludwig feuerbach
- Karl Marx
- Sigmund freud
- Niietzsche
Aliran materialisme ini membuat timbulnya pandangan tidak adanya Tuhan.
Feuerbach: orang pertama yang mengkritik teologi Kristiani.
Ketika manusia berbicara tentang realitas Tuhan sesungguhnya manusia berbicara tentang dirinya sendiri.
Sigmund Freud: “Musuh saya sesungguhnya bukanlah NAZI melainkan agama”
Manusia terdiri dari unsure rasional dan irasional; unsure irasional ada di alam bawah sadar manusia.
2. Idealisme
“Realitas ada karena gagasan/ ide” “Ide itulah yang abadi sebagai realitas”
Hegel: “Realitas ada karena gagasan/ ide” “Ide itulah yang abadi sebagai realitas”
Metafisika: Idealisme.
Immanuel kant (1724- 1804)
Kita memang tidak tahu pasti apa yang kita akan alami tetapi kita dapat mengetahuinya yang terjadi ada dalam ruang dan waktu, berlakunya hukum kausalitas.
Plato memiliki pandangan tersendiri mengenai idealisme, bahwa sebenarnya semua yang ada di bumi ini bahkan bumi ini hanyalah proyeksi atau bayang- bayang dari alam yang ideal. Demikian pula manusia, tiap manusia adalah bukan manusia yang ideal, namun hanya bayang- bayangnya saja dan sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi apa yang ideal itu sekuat apapun kita mengejar sisi ideal manusia itu, bayang- bayang ideal itu juga bergerak maju.
REFLEKSI :
1. Cara berpikir materialisme merupakan cara berpikir yang memusatkan realitas kepada suatu materi tertentu.
Tokoh besar yang menganut aliran berpikir ini adalah Karl Marx, ia mengatakan ;
Sejarah digerakkan oleh dialektika materi, perubahan ide karena perubahan materi. Jadi Segalanya diukur dari apa yang dapat dilihat oleh mata. Adanya ide adalah dari apa yang sudah ada.
Hal ini yang menyebabkan beberapa tokoh penganut materialisme cenderung atheis/ tidak berTuhan. Karena mereka menganggap pada hakekatnya Tuhan itu tidak dapat dilihat. Contohnya,
Feuerbach mengkritik keras Teologi Kristiani, dia menyebutkan bahwa teologi sebenarnya adalah antropologi atau sama saja, karena sesungguhnya ketika manusia berbicara tentang realitas Tuhan, sesungguhnya manusia berbicara tentang dirinya sendiri.
Manusia membutuhkan objek karena objek adalah manifestasi hakikat manusia. Sehingga manusia menciptakan sosok Tuhan sebagai objek kesadaran manusia tentang kemanusiaannya. Dan agama dianggap telah merusak kesadaran ini dengan menciptakan suatu garis batas yang membuat manusia menjadi berada di sisi negative dan Tuhan di sisi positifnya. Sehingga agama mengasingkan manusia dari manusianya.
2. Sedangkan tokoh besar dalam aliran idealisme adalah Hegel, ia mengatakan:
Sejarah digerakkan oleh dialektika ide- ide, perubahan materi karena perubahan ide.
Sehingga ide merupakan suatu yang utama bagi para penganut aliran ini. Adanya suatu ide menciptakan perubahan- perubahan di sekitarnya, tanpa adanya ide tidak ada perkembangan atau proses kehidupan tidak berjalan dengan sesuai.
Hegel mengatakan: ide (pikiran, roh) terus bekerja, berubah, berdialektika. Dimana dialektika yang dimaksud disini adalah suatu proses menjadi ke arah yang lebih baik, menuju kehidupan yang lebih berkualitas.
Para penganutnya menganggap diantara kehidupan dan kematian ada lah suatu proses yang menentukan kualitas seseorang. Jika tidak ada kematian maka tidak ada kualitas.
Immanuel Kant memberikan pendapatnya bahwa di dalam pandangan idealisme ada garis pembatas antara benda yang diamati dan benda yang teramati, bahwa manusia memiliki ide dan menentukan di dalam pikirannya sendiri tentang objek apa yang diamatinya. Sehingga kita sebenarnya tidak tahu pasti apa yang akan kita alami, tetapi kita dapat mengetahui jika pasti apa yang terjadi ada dalam ruang dan waktu.
DISKUSI :
1. Seberapa besarkah pengaruh kedua ajaran ini pada zamannya?
2. Bagaimana menarik sisi positif dan negatif dari masing- masing aliran berpikir ini?
3. Adakah faktor- faktor di luar pemikiran para filsuf yang menjadi dasar munculnya aliran materialisme?
4. Proses dialektika sejarah bersifat deterministic, apakah ini relevan dengan kenyataan di jaman sekarang?
TANGAL : 3 September 2010
SUBSTANSI :
1. Materialisme:
“Realitas ada karena materi.” “Materi itulah yang abadi sebagai realitas.”
Filsuf yang mendukung:
- Demokritos
- Thomas Hobbes
- Isaac Newton
Metafisika: materialisme, bahwa alam semesta bekerja melalui mekanisme tersendiri. Gerakan materi- materi.
Karl Marx: sejarah digerakkan oleh dialektika materi, perubahan ide karena perubahan materi.
Materialisme histories kekuasaan riil atas materi (mengubah sejarah)
Materialisme dialektik hubungan dialektik antara materi, ekonomi, dan social.
Tokoh- tokoh terkenal:
- Charles Darwin
- Ludwig feuerbach
- Karl Marx
- Sigmund freud
- Niietzsche
Aliran materialisme ini membuat timbulnya pandangan tidak adanya Tuhan.
Feuerbach: orang pertama yang mengkritik teologi Kristiani.
Ketika manusia berbicara tentang realitas Tuhan sesungguhnya manusia berbicara tentang dirinya sendiri.
Sigmund Freud: “Musuh saya sesungguhnya bukanlah NAZI melainkan agama”
Manusia terdiri dari unsure rasional dan irasional; unsure irasional ada di alam bawah sadar manusia.
2. Idealisme
“Realitas ada karena gagasan/ ide” “Ide itulah yang abadi sebagai realitas”
Hegel: “Realitas ada karena gagasan/ ide” “Ide itulah yang abadi sebagai realitas”
Metafisika: Idealisme.
Immanuel kant (1724- 1804)
Kita memang tidak tahu pasti apa yang kita akan alami tetapi kita dapat mengetahuinya yang terjadi ada dalam ruang dan waktu, berlakunya hukum kausalitas.
Plato memiliki pandangan tersendiri mengenai idealisme, bahwa sebenarnya semua yang ada di bumi ini bahkan bumi ini hanyalah proyeksi atau bayang- bayang dari alam yang ideal. Demikian pula manusia, tiap manusia adalah bukan manusia yang ideal, namun hanya bayang- bayangnya saja dan sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi apa yang ideal itu sekuat apapun kita mengejar sisi ideal manusia itu, bayang- bayang ideal itu juga bergerak maju.
REFLEKSI :
1. Cara berpikir materialisme merupakan cara berpikir yang memusatkan realitas kepada suatu materi tertentu.
Tokoh besar yang menganut aliran berpikir ini adalah Karl Marx, ia mengatakan ;
Sejarah digerakkan oleh dialektika materi, perubahan ide karena perubahan materi. Jadi Segalanya diukur dari apa yang dapat dilihat oleh mata. Adanya ide adalah dari apa yang sudah ada.
Hal ini yang menyebabkan beberapa tokoh penganut materialisme cenderung atheis/ tidak berTuhan. Karena mereka menganggap pada hakekatnya Tuhan itu tidak dapat dilihat. Contohnya,
Feuerbach mengkritik keras Teologi Kristiani, dia menyebutkan bahwa teologi sebenarnya adalah antropologi atau sama saja, karena sesungguhnya ketika manusia berbicara tentang realitas Tuhan, sesungguhnya manusia berbicara tentang dirinya sendiri.
Manusia membutuhkan objek karena objek adalah manifestasi hakikat manusia. Sehingga manusia menciptakan sosok Tuhan sebagai objek kesadaran manusia tentang kemanusiaannya. Dan agama dianggap telah merusak kesadaran ini dengan menciptakan suatu garis batas yang membuat manusia menjadi berada di sisi negative dan Tuhan di sisi positifnya. Sehingga agama mengasingkan manusia dari manusianya.
2. Sedangkan tokoh besar dalam aliran idealisme adalah Hegel, ia mengatakan:
Sejarah digerakkan oleh dialektika ide- ide, perubahan materi karena perubahan ide.
Sehingga ide merupakan suatu yang utama bagi para penganut aliran ini. Adanya suatu ide menciptakan perubahan- perubahan di sekitarnya, tanpa adanya ide tidak ada perkembangan atau proses kehidupan tidak berjalan dengan sesuai.
Hegel mengatakan: ide (pikiran, roh) terus bekerja, berubah, berdialektika. Dimana dialektika yang dimaksud disini adalah suatu proses menjadi ke arah yang lebih baik, menuju kehidupan yang lebih berkualitas.
Para penganutnya menganggap diantara kehidupan dan kematian ada lah suatu proses yang menentukan kualitas seseorang. Jika tidak ada kematian maka tidak ada kualitas.
Immanuel Kant memberikan pendapatnya bahwa di dalam pandangan idealisme ada garis pembatas antara benda yang diamati dan benda yang teramati, bahwa manusia memiliki ide dan menentukan di dalam pikirannya sendiri tentang objek apa yang diamatinya. Sehingga kita sebenarnya tidak tahu pasti apa yang akan kita alami, tetapi kita dapat mengetahui jika pasti apa yang terjadi ada dalam ruang dan waktu.
DISKUSI :
1. Seberapa besarkah pengaruh kedua ajaran ini pada zamannya?
2. Bagaimana menarik sisi positif dan negatif dari masing- masing aliran berpikir ini?
3. Adakah faktor- faktor di luar pemikiran para filsuf yang menjadi dasar munculnya aliran materialisme?
4. Proses dialektika sejarah bersifat deterministic, apakah ini relevan dengan kenyataan di jaman sekarang?
Jurnal Hukum IV
TOPIK IV : Pengelompokan Ilmu-ilmu
TANGGAL : 1 September 2010
SUBSTANSI :
1. Pengelompokan ilmu-ilmu terbagi atas:

2. Perbedaan antara ilmu Teoretis dan imu Praktis, antara lain:
a) ilmu teoretis
- dalil logika: bisa kausalitas, bisa imputasi
- contoh ilmu yang termasuk kelompok ini adalah ilmu formal dan ilmu empiris
- tujuannya adalah sekadar menambah pengetahuan
b) ilmu praktis
* Nomologis:
- dalili logikanya adalah kausalitas (hukum alam)
- yang termasuk ilmu ini adalah ilmu kedokteran, teknik, manajemen dan komunikasi
- tujuannya untuk menawarkan penyelesaian atas suatu problema konkret
* Normologis:
- dalil logikanya adalah imputas (preskriptif),
- yang termasuk ilmu ini adalah ilmu hukum.
Ilmu teoretis terbagi atas ilmu formal dan ilmu empiris. Perbedaan antara ilmu formal dan ilmu empiris antara lain:
Ilmu empiris:
- dari hal yang diselidiki yaitu mengenai sistem penalaran dan sistem perhitungan
- pendekatan kebenaran yang digunakan adalah formal
- pengetahuan yang dihasilkan bersifat apriori
ilmu formal:
- hal yang diselidiki mengenai gejala faktual
- pendekatan kebenaran yang digunakan adalah material
- pengetahuan yang dihasilkan bersifat aposteriori
Ilmu empiris terbagi juga atas ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Perbedaan dari masing-masing ilmu ini antara lain:
ilmu alam:
- hal yang diselidiki adalah gejala faktual berupa realitas fisik alam semesta
- cara kerjanya yaitu dengan menerangkan
- metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif
ilmu kemanusiaan:
- hal yang diselidiki berupa gejala faktual berupa kompeksitas manusia secara keseluruhan
- cara kerjanya yaitu dengan memahami
- metode penelitian yang digunakan bisa kualitatif dan kuantitatif
3. Pohon disiplin hukum:
- disiplin hukum adalah ilmu hukum dalam arti luas, juga cabang filsafat hukum yang paling konkret.
a. Filsafat hukum, yaitu mencari hakikat hukum dengan merefleksikan hukum secara umum, bukan pada norma positifnya. Seperti: legitimasi (dasar mengikat) dan kriteria keadilan.
b. Teori (ilmu) hukum, yaitu memberi penjelasan tentang bahan hukum tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan pemasyarakatan. Seperti: sejarah hukum, perbandingan hukum, sosiologi hukum, psikologi hukum dan politik hukum.
c. Ilmu hukum, yaitu mempelajari makna objektif dari norma positif (dogmatik hukum).
REFLEKSI :
Dalam pengelompokkan ilmu-ilmu terdapat ilmu teoretis dan ilmu praktis yang memiliki perbedaan dalam berbagai aspek seperti dalil logikanya, tujuannya, penggunaan produknya, kerja samanya dengan ilmu lainnya dan kandungan seninya. Dalam ilmu praktis juga terbagi menjadi dua yaitu dari segi nomologis dan normologis, dimana nomologis dalil logikanya itu bersifat kausalitas. Contohnya: jika A, maka B (atau sudah pasti). Sedangkan normologis bersifat preskriptif (menganjurkan/menyarankan). Contohnya: jika A, maka seyogyanya B. Selanjutnya ilmu teoretis itu terbagi atas ilmu formal dan ilmu empiris. Dari kedua ilmu ini memiliki perbedaan dalam pengetahuan yang dihasilkan yaitu apriori yang dihasilkan oleh ilmu formal dan aposteriori yang dihasilkan oleh ilmu empiris. Apa yang dimaksud dengan Apriori dan Aposteriori? Yang dimaksud dengan Apriori adalah hasil yang dapat diketahui sebelum betul-betul dialami atau terjadi (perhitungan). Sedangkan yang dimaksud dengan Aposteriori adalah hasil yang akan diperoleh dengan cara menunggu sampai benar-benar terjadi (observasi). Tidak sampai disitu saja, ilmu empiris terbagi atas ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Ilmu hukum merupakan ilmu praktis, dimana ilmu praktis juga disebut dengan ilmu hilir karena bersentuhan langsung dengan kenyataan sosial atau dapat dikatakan ilmu paling dekat dengan kenyataan sosial. Sehingga menyebabkan ilmu hukum harus dibantu dengan ilmu-ilmu yang lain.
Ilmu hukum atau dsiebut dengan rechtswetenschap (ilmu hukum), rechtsleer (ajaran hukum), rechtsdogmatiek (dogmatika) hukum. Ilmu hukum berbicara tentang ”apa hukumnya” (memaparkan, mensistematisasi, juga bisa menjelaskan hukum positif -> preskriptif (normatif) dan deskriptif dan tidak bebas nilai.
Teori hukum atau disebut dengan Rechtstheorie, legal theory, jurisprudence berbicara tentang ”cara” ilmuwan hukum memaparkan, mensistematisasi, juga bisa menjelaskan hukum positif. Bersifat interdisipliner dan bebas nilai.
Filsafat hukum atau disebut dengan Legal Philosophy dikaitkan dengan berbagai pandangan aliran/ideologi dan membahas secara mendalam dimensi:
a. ontologi hukum (hakikat hukum)
b. epsitemologi hukum (pola penalaran hukum)
c. aksiologi hukum (nilai-nilai dalam hukum)
Apa yang dapat menyebabkan Teori Hukum dapat menjembatani antara filsafat hukum dan ilmu hukum?
Hal ini disebabkan karena Teori Hukum itu terbagi atas dua jenis yaitu:
1. empiris
2. kontemplatif
dimana empiris itu lebih mendekati ilmu hukum dan kontemplatif lebih mendekati filsafat hukum. Dan objek dari empiris dan kontemplatif yaitu mengenai gejala umum dalam hukum positif dan kegiatan yuridis (yang meliputi dogmatika hukum, pembentukan hukum dan penemuan hukum). Tujuan dari keduanya adalah teoretikal. Sedangkan perspektif dari empiris adalah eksternal dan kontemplatif adalah internal. Mengenai teori kebenaran dari empiris adalah korespondensi dan dari kontemplatif adalah pragmatis. Yang terakhir dalam hal proposisi dari empiris itu hanya informatif atau empirik sedangkan dari kontemplatif adalah selain normatif juga evaluatif.
Jadi pohon displin hukum itu terbagi atas filsafat hukum, teori hukum dan ilmu hukum dimana ketiganya tersebut mempunyai hubungan masing-masing. Dimana teori hukum menjembatani filsafat hukum yang bersifat terlalu abstrak dengan ilmu hukum yang bersifat terlalu konkrit. Ada catatan yaitu, walaupun dekat dengan filsafat hukum, teori yang diajukan harus tetap terbuka terhadap kritik.
DISKUSI :
1. Mengapa ilmu hukum sebagai ilmu praktis harus didukung dengan ilmu-ilmu lainnya?
2. Apakah filsafat hukum turut mempengaruhi perkembangan dari ilmu hukum?
TANGGAL : 1 September 2010
SUBSTANSI :
1. Pengelompokan ilmu-ilmu terbagi atas:

2. Perbedaan antara ilmu Teoretis dan imu Praktis, antara lain:
a) ilmu teoretis
- dalil logika: bisa kausalitas, bisa imputasi
- contoh ilmu yang termasuk kelompok ini adalah ilmu formal dan ilmu empiris
- tujuannya adalah sekadar menambah pengetahuan
b) ilmu praktis
* Nomologis:
- dalili logikanya adalah kausalitas (hukum alam)
- yang termasuk ilmu ini adalah ilmu kedokteran, teknik, manajemen dan komunikasi
- tujuannya untuk menawarkan penyelesaian atas suatu problema konkret
* Normologis:
- dalil logikanya adalah imputas (preskriptif),
- yang termasuk ilmu ini adalah ilmu hukum.
Ilmu teoretis terbagi atas ilmu formal dan ilmu empiris. Perbedaan antara ilmu formal dan ilmu empiris antara lain:
Ilmu empiris:
- dari hal yang diselidiki yaitu mengenai sistem penalaran dan sistem perhitungan
- pendekatan kebenaran yang digunakan adalah formal
- pengetahuan yang dihasilkan bersifat apriori
ilmu formal:
- hal yang diselidiki mengenai gejala faktual
- pendekatan kebenaran yang digunakan adalah material
- pengetahuan yang dihasilkan bersifat aposteriori
Ilmu empiris terbagi juga atas ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Perbedaan dari masing-masing ilmu ini antara lain:
ilmu alam:
- hal yang diselidiki adalah gejala faktual berupa realitas fisik alam semesta
- cara kerjanya yaitu dengan menerangkan
- metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif
ilmu kemanusiaan:
- hal yang diselidiki berupa gejala faktual berupa kompeksitas manusia secara keseluruhan
- cara kerjanya yaitu dengan memahami
- metode penelitian yang digunakan bisa kualitatif dan kuantitatif
3. Pohon disiplin hukum:
- disiplin hukum adalah ilmu hukum dalam arti luas, juga cabang filsafat hukum yang paling konkret.
a. Filsafat hukum, yaitu mencari hakikat hukum dengan merefleksikan hukum secara umum, bukan pada norma positifnya. Seperti: legitimasi (dasar mengikat) dan kriteria keadilan.
b. Teori (ilmu) hukum, yaitu memberi penjelasan tentang bahan hukum tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan pemasyarakatan. Seperti: sejarah hukum, perbandingan hukum, sosiologi hukum, psikologi hukum dan politik hukum.
c. Ilmu hukum, yaitu mempelajari makna objektif dari norma positif (dogmatik hukum).
REFLEKSI :
Dalam pengelompokkan ilmu-ilmu terdapat ilmu teoretis dan ilmu praktis yang memiliki perbedaan dalam berbagai aspek seperti dalil logikanya, tujuannya, penggunaan produknya, kerja samanya dengan ilmu lainnya dan kandungan seninya. Dalam ilmu praktis juga terbagi menjadi dua yaitu dari segi nomologis dan normologis, dimana nomologis dalil logikanya itu bersifat kausalitas. Contohnya: jika A, maka B (atau sudah pasti). Sedangkan normologis bersifat preskriptif (menganjurkan/menyarankan). Contohnya: jika A, maka seyogyanya B. Selanjutnya ilmu teoretis itu terbagi atas ilmu formal dan ilmu empiris. Dari kedua ilmu ini memiliki perbedaan dalam pengetahuan yang dihasilkan yaitu apriori yang dihasilkan oleh ilmu formal dan aposteriori yang dihasilkan oleh ilmu empiris. Apa yang dimaksud dengan Apriori dan Aposteriori? Yang dimaksud dengan Apriori adalah hasil yang dapat diketahui sebelum betul-betul dialami atau terjadi (perhitungan). Sedangkan yang dimaksud dengan Aposteriori adalah hasil yang akan diperoleh dengan cara menunggu sampai benar-benar terjadi (observasi). Tidak sampai disitu saja, ilmu empiris terbagi atas ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Ilmu hukum merupakan ilmu praktis, dimana ilmu praktis juga disebut dengan ilmu hilir karena bersentuhan langsung dengan kenyataan sosial atau dapat dikatakan ilmu paling dekat dengan kenyataan sosial. Sehingga menyebabkan ilmu hukum harus dibantu dengan ilmu-ilmu yang lain.
Ilmu hukum atau dsiebut dengan rechtswetenschap (ilmu hukum), rechtsleer (ajaran hukum), rechtsdogmatiek (dogmatika) hukum. Ilmu hukum berbicara tentang ”apa hukumnya” (memaparkan, mensistematisasi, juga bisa menjelaskan hukum positif -> preskriptif (normatif) dan deskriptif dan tidak bebas nilai.
Teori hukum atau disebut dengan Rechtstheorie, legal theory, jurisprudence berbicara tentang ”cara” ilmuwan hukum memaparkan, mensistematisasi, juga bisa menjelaskan hukum positif. Bersifat interdisipliner dan bebas nilai.
Filsafat hukum atau disebut dengan Legal Philosophy dikaitkan dengan berbagai pandangan aliran/ideologi dan membahas secara mendalam dimensi:
a. ontologi hukum (hakikat hukum)
b. epsitemologi hukum (pola penalaran hukum)
c. aksiologi hukum (nilai-nilai dalam hukum)
Apa yang dapat menyebabkan Teori Hukum dapat menjembatani antara filsafat hukum dan ilmu hukum?
Hal ini disebabkan karena Teori Hukum itu terbagi atas dua jenis yaitu:
1. empiris
2. kontemplatif
dimana empiris itu lebih mendekati ilmu hukum dan kontemplatif lebih mendekati filsafat hukum. Dan objek dari empiris dan kontemplatif yaitu mengenai gejala umum dalam hukum positif dan kegiatan yuridis (yang meliputi dogmatika hukum, pembentukan hukum dan penemuan hukum). Tujuan dari keduanya adalah teoretikal. Sedangkan perspektif dari empiris adalah eksternal dan kontemplatif adalah internal. Mengenai teori kebenaran dari empiris adalah korespondensi dan dari kontemplatif adalah pragmatis. Yang terakhir dalam hal proposisi dari empiris itu hanya informatif atau empirik sedangkan dari kontemplatif adalah selain normatif juga evaluatif.
Jadi pohon displin hukum itu terbagi atas filsafat hukum, teori hukum dan ilmu hukum dimana ketiganya tersebut mempunyai hubungan masing-masing. Dimana teori hukum menjembatani filsafat hukum yang bersifat terlalu abstrak dengan ilmu hukum yang bersifat terlalu konkrit. Ada catatan yaitu, walaupun dekat dengan filsafat hukum, teori yang diajukan harus tetap terbuka terhadap kritik.
DISKUSI :
1. Mengapa ilmu hukum sebagai ilmu praktis harus didukung dengan ilmu-ilmu lainnya?
2. Apakah filsafat hukum turut mempengaruhi perkembangan dari ilmu hukum?
Wednesday, 22 September 2010
Jurnal Hukum III
TOPIK II : Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
TANGAL : 27 Agustus 2010
SUBSTANSI :
1. Pergolakan Pemikiran Manusia
Seperti kita ketahui bahwa periode filsafat terbagi atas 4 periode, dimana setiap periode mempunyai mainstream / wacana. Dimana atas dasar perbedaan mainstream / wacana tersebut sehingga dibagi menjadi periode-periode tersebut.
Pembagian tersebut:
a. Periode Yunani Kuno (600 SM - 400 M):
Cosmocentricism
Pada periode ini, sentrisme terdapat di alam. Tidak hanya bumu, tetapi seluruh jagad raya semesta.
b. Abad Pertengahan(400 M - 1500 M) :
Theocenricism
Pada periode ini, sentrisme terdapat di Tuhan.
c. Zaman Modern (1500 M - 1800 M)
Anthropocentricism
Pada periode ini, sentrisme terdapat di manusia. Manusia merasa dirinya sudah dewasa.
d. Zaman Kontemporer (1800 M - sekarang )
Logocentricism
Pada periode ini, sentrisme terdapat pada simbol-simbol, tanda-tanda.
Didominasi oleh filsafat bahasa.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa kini sudah bukanlag lagi Logocentricism, melainkan merupakan multicentricism di dalam masa Post Modern.
Dalam masa ini tidak ada kejelasan apa yang menjadi mainstream.
REFLEKSI :
Dengan mempelajari adanya perbedaan mainstream / wacana yang ada di periode filsafat semakin memberikan gambaran dan alasan yang jelas mengapa peride Filsafat dibagi ke dalam periode tersebut. Juga kita dapat melihat adanya perkembangan sentrisme manusia daro 600 SM hingga kini. Timbul pertanyaan yaitu apakah pada zaman ini masih dapat dikategorikan sebagai zaman kontemporer dimana apabila kita teliti lebih lanjut yaitu bawa pada abad 21 ini, manusia telah memiliki lebih dari satu mainstream / wacana. Sehingga sebenarnya zaman kini bukanlah lagi zaman kontemporer yang bersentrisme pada simbol-silmbol ataupun logo-logo, melainkan merupakan zaman Post Modern yang bermultisentrisme. Dalam multisentrisme, tidak ada kejelasan apa yang menjadi mainstream.
DISKUSI :
1. Apakah yang menjadi penyebab berubahnya mainstream / wacana manusia dari waktu ke waktu ?
2. Bagaimanakah kaitan pembagian periode ini dengan pembagian periode pra socrates dan (post) socrates?
3. Apakah ada teori-teori yang mendukung pendapat bahwa zaman kini adalah zaman post modern yang bermultisentrisme?
TANGAL : 27 Agustus 2010
SUBSTANSI :
1. Pergolakan Pemikiran Manusia
Seperti kita ketahui bahwa periode filsafat terbagi atas 4 periode, dimana setiap periode mempunyai mainstream / wacana. Dimana atas dasar perbedaan mainstream / wacana tersebut sehingga dibagi menjadi periode-periode tersebut.
Pembagian tersebut:
a. Periode Yunani Kuno (600 SM - 400 M):
Cosmocentricism
Pada periode ini, sentrisme terdapat di alam. Tidak hanya bumu, tetapi seluruh jagad raya semesta.
b. Abad Pertengahan(400 M - 1500 M) :
Theocenricism
Pada periode ini, sentrisme terdapat di Tuhan.
c. Zaman Modern (1500 M - 1800 M)
Anthropocentricism
Pada periode ini, sentrisme terdapat di manusia. Manusia merasa dirinya sudah dewasa.
d. Zaman Kontemporer (1800 M - sekarang )
Logocentricism
Pada periode ini, sentrisme terdapat pada simbol-simbol, tanda-tanda.
Didominasi oleh filsafat bahasa.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa kini sudah bukanlag lagi Logocentricism, melainkan merupakan multicentricism di dalam masa Post Modern.
Dalam masa ini tidak ada kejelasan apa yang menjadi mainstream.
REFLEKSI :
Dengan mempelajari adanya perbedaan mainstream / wacana yang ada di periode filsafat semakin memberikan gambaran dan alasan yang jelas mengapa peride Filsafat dibagi ke dalam periode tersebut. Juga kita dapat melihat adanya perkembangan sentrisme manusia daro 600 SM hingga kini. Timbul pertanyaan yaitu apakah pada zaman ini masih dapat dikategorikan sebagai zaman kontemporer dimana apabila kita teliti lebih lanjut yaitu bawa pada abad 21 ini, manusia telah memiliki lebih dari satu mainstream / wacana. Sehingga sebenarnya zaman kini bukanlah lagi zaman kontemporer yang bersentrisme pada simbol-silmbol ataupun logo-logo, melainkan merupakan zaman Post Modern yang bermultisentrisme. Dalam multisentrisme, tidak ada kejelasan apa yang menjadi mainstream.
DISKUSI :
1. Apakah yang menjadi penyebab berubahnya mainstream / wacana manusia dari waktu ke waktu ?
2. Bagaimanakah kaitan pembagian periode ini dengan pembagian periode pra socrates dan (post) socrates?
3. Apakah ada teori-teori yang mendukung pendapat bahwa zaman kini adalah zaman post modern yang bermultisentrisme?
Jurnal Hukum II
TOPIK II : Sejarah Filsafat Hukum
TANGAL : 25 Agustus 2010
SUBSTANSI:
1.Abad ke-4 SM (Yunani Kuno->Hukum Polis)
Dimana filsafat hukum merupakan produk sampingan. Masyarakat ditata dalam polis-polis, entitas politik yang independen, tetapi berhubungan erat dalam perdagangan dan militer. Kemudian lahirlah kelas menengah (pedangan dan profesional) yang berkesempatan merintis perenungan filsafat.
2.Abad ke-1 sampai dengan abad ke-4 (Romawi->Plural, uni, plural)
Muncullah ide desentralisasi. Pemerintah pusat melemah dan walikota beserta para tuan tanah diperbolehkan membuat aturan mereka masing- masing. Kemudian tahun 390, Romawi pecah (Barat di Roma dan Timur di Konstantinopel) dan pemberontakan pun meluas. Tahun 476, Romawi Barat dijatuhkan oleh pasukan Barbar dan akhirnya tahun 1453 akhirnya Romawi Timur dijatuhkan oleh Ottoman, Turki. Sehingga Konstantinopel diganti dengan nama Istanbul.
3. Abad ke-11 sampai dengan abad ke-12 (Bologna-Tradisi Hukum)
Lahirnya ilmu hukum Irnerius. Dimana kelas bangsawan dari berbagai negara mendatangkan para guru terutama kaum Sophis untuk mengajar di keluarga. Dan Irnerius mengajar di keluarga Mathilda di Bologna. Irnerius mengajarkan cara berpikir yuridis dan di sekolah hukum pertama, mengajarkan studium civile.
4. Abad ke-18 (Revolusi Perancis->Legisme-Dogmatis)
Apa yang menjadi kata penguasa maka itu menjadi hukum. Dimana tahun 1879 meletus Revolusi Perancis dan membawa ide-ide egaliter dan disamping itu Perancis masih diatur oleh hukum-hukum yang bersifat pluralistis. Setelah Napoleon Bonaparte merebut kekuasaan pada tahun 1799 maka ia mendirikan pemerintahan baru yang dikenal dengan Consulate Napoleon konsul pertama. Hukum Romawi dilarang untuk diajarkan di sekolah-sekolah. Yang diajarkan hanyalah Code Civil di Universitas Perancis.
5. Abad ke-19 (Austin-> Ajaran Hukum Umum)
Orang Inggris belajar tentang hukum Romawi yang dipelopori oleh Autsin (1790-1859). Hukum dianalisis lebih pada tataran konsep-konsep kunci dan meninggalkan pendekatan sejarah, sosiologi dan lainnya. Sehingga lahirlah pendekatan formalisme yang memandang hukum sebagai Positivisme Hukum. Akhirnya ajaran Hukum Umum sebagai embrio dari lahirnya Teori Hukum sebagai cabang tersendiri dalam Disiplin Hukum.
6. Abad ke-20 (Kelsen-> Lahirnya Teori Hukum)
Dimana ilmu hukum harus dimurnikan dan tidak boleh tercampur dengan politik dan lainnya. Lahirnya Teori Hukum ini dipelopori oleh Hans Kelsen dengan memulai kajian teori murni tentang hukum dimana hukum dimurnikan dan terlmasuk dari aspek filsafat.
7. Abad ke-21 (Post modern)
Hubungan antar negara menjadi longgar/tidak ada batasnya lagi (borderless). Ada gejala umum dalah abad ini dimana berakhirnya universalisme, harmoni dan kesatuan. Menyebabkan penemuan ilmiah bukanlah metode sains. Realitas tak berstruktur sehingga rasio tak mampu memahami hakikat.
REFLEKSI :
Sampai dengan abad ke-4 SM filsafat hukum adalah produk sampingan pemikiran filsafat yang beorientasi kosmosentris. Hukum keluar dari mitos dan mulai dipersoalkan sebagai gejala alam. Karena diiringi dengan lahirnya kaum menengah yang merintis perenungan filsafat maka lahirlah suatu pertanyaan: ”Apakah hukum kodrat itu?” Aliran Hukum Alam atau Hukum Kodrat, berpendapat bahwa hukum tertinggi atau yang utama, yang darinya Hukum Positif berasal. Hukum Kodrat berasal dari perintah Tuhan. Hukum adalah bagian kecil dari persoalan-persoalan filsafat dan hal inilah yang mendasari lahirlah filsafat hukum.
Sampai dengan abad ke-12, fisafat hukum membantu meletakkan dasar bagi ilmu hukum klasik di Romawi dan ilmu hukum Irnerius. Hukum masih terkukung dalam pengaruh Tuhan dan agama. Yang diajarkan oleh Irnerius yaitu cara berpikir yuridis (bukan hukum positif) kepada 14.000 mahasiswa di seluruh Eropa, dikenal dengan Ilmu Hukum Irnerius yaitu the forming of the western legal tradition. Dan jejak Irnerius ini diikuti oleh pengajar lain dengan membuka sekolah hukum di berbagai kota.
Kemudian di abad ke-18, filsafat hukum mulai kurang diprioritaskan. Hukum menjadi hukum positif dan berkembang menjadi ilmu hukum dogmatik. Hukum itu dikaitkan dengan kebebasan dari individu-individu dalam sistem ketatanegaraan nasional. Hal ini ditandai dengan berkuasanya Napoleon Bonaparte yang melakukan desentralisasi pemerintahan baik dalam keuangan maupun kehakiman dan mendirikan Bank Perancis dan Universitas Perancis. Kemudian Napoleon juga membentuk panitia perancang modifikasi Code Civil yang sejalan dengan semangat Revolusi Perancis. Dan mengakibatkan legisme berkembang dan ilmu hukum menjadi dogmatis. Perjuangan Napoleon tidak berakhir sampai disitu saja, tetapi pada tahun 1804 ia mengkhianati Revolusi Perancis dengan memproklamasikan diri sebagai Kaisar, memerangi negara lain terutama musuh utama Perancis yaitu Inggris dan nepotisme yaitu mengangkat saudara-saudaranya sebagai raja di negara-negara dudukannya. Pertanyaannya: ”Kapan Ilmu Hukum itu dilarang universalitasnya?” jawabannya adalah tidak lain setelah adanya Revolusi Perancis yang terjadi pada abad ke-18 ini.
Pada abad ke-19 filsafat hukum dianggap terlalu abstrak dan tidak realistis. Hukum bukanlah moral. Karena hukum dipandang secara sempit lebih kepada substansi (hukum positif). Ajaran hukum umum dalam abad ini dipelopori oleh John Austin yang melahirkan pendekatan formalisme dalam memandang hukum (legal formalism) yaitu sebagai positivisme hukum dan ajaran hukum umum adalah embrio bagi lahirnya Teori Hukum sebagai cabang tersendiri dalam Disiplin Hukum.
Abad ke-20, teori hukum diperlukan untuk menjembatani keabstrakan filsafat hukum dengan ilmu hukum. Hukum juga kembali dipandang sebagai fenomena kebudayaan dan objek penyelidikan berbagai disiplin. Teori Hukum ini dipelopori oleh Hans Kelsen dengan memulai kajian tentang teori murni tentang hukum, dimana hukum itu dimurnikan. Hukum adalah perintah penguasa sehingga memperkuat asumsi dogmatik hukum (legisme). Ilmu hukum haruslah dimurnikan atau dengan kata lain tidak boleh tercampur dengan politik atau bidang lainnya. Kita juga dikenalkan dengan adanya Teori Jenjang.
Dalam abad yang ke-21, teori hukum masih dianggap tak realistis menjawab kebutuhan atas hukum positif yang lebih berpihak pada golongan tertindas. Ditandai dengan berakhirnya universalisme, harmoni dan kesatuan. Kemudian ditandai dengan dituntut adanya sikap hormati perbedaan, partikular dan lokal. Hubungan antar negara menjadi tidak ada batasnya (borderless), orang kehilangan jati dirinya (retribalisasi).
DISKUSI :
1. Apakah yang dimaksud dengan Teori Jenjang yang diperkenalkan oleh Hans Kelsen pada abad yang ke-20 dengan ditandai dengan lahirnya Teori Hukum yang menjembatani filsafat hukum dengan ilmu hukum?
2. Mengapa Posmodern dalam abad ke-21 membawa sikap frustasi terhadap hukum positif?
TANGAL : 25 Agustus 2010
SUBSTANSI:
1.Abad ke-4 SM (Yunani Kuno->Hukum Polis)
Dimana filsafat hukum merupakan produk sampingan. Masyarakat ditata dalam polis-polis, entitas politik yang independen, tetapi berhubungan erat dalam perdagangan dan militer. Kemudian lahirlah kelas menengah (pedangan dan profesional) yang berkesempatan merintis perenungan filsafat.
2.Abad ke-1 sampai dengan abad ke-4 (Romawi->Plural, uni, plural)
Muncullah ide desentralisasi. Pemerintah pusat melemah dan walikota beserta para tuan tanah diperbolehkan membuat aturan mereka masing- masing. Kemudian tahun 390, Romawi pecah (Barat di Roma dan Timur di Konstantinopel) dan pemberontakan pun meluas. Tahun 476, Romawi Barat dijatuhkan oleh pasukan Barbar dan akhirnya tahun 1453 akhirnya Romawi Timur dijatuhkan oleh Ottoman, Turki. Sehingga Konstantinopel diganti dengan nama Istanbul.
3. Abad ke-11 sampai dengan abad ke-12 (Bologna-Tradisi Hukum)
Lahirnya ilmu hukum Irnerius. Dimana kelas bangsawan dari berbagai negara mendatangkan para guru terutama kaum Sophis untuk mengajar di keluarga. Dan Irnerius mengajar di keluarga Mathilda di Bologna. Irnerius mengajarkan cara berpikir yuridis dan di sekolah hukum pertama, mengajarkan studium civile.
4. Abad ke-18 (Revolusi Perancis->Legisme-Dogmatis)
Apa yang menjadi kata penguasa maka itu menjadi hukum. Dimana tahun 1879 meletus Revolusi Perancis dan membawa ide-ide egaliter dan disamping itu Perancis masih diatur oleh hukum-hukum yang bersifat pluralistis. Setelah Napoleon Bonaparte merebut kekuasaan pada tahun 1799 maka ia mendirikan pemerintahan baru yang dikenal dengan Consulate Napoleon konsul pertama. Hukum Romawi dilarang untuk diajarkan di sekolah-sekolah. Yang diajarkan hanyalah Code Civil di Universitas Perancis.
5. Abad ke-19 (Austin-> Ajaran Hukum Umum)
Orang Inggris belajar tentang hukum Romawi yang dipelopori oleh Autsin (1790-1859). Hukum dianalisis lebih pada tataran konsep-konsep kunci dan meninggalkan pendekatan sejarah, sosiologi dan lainnya. Sehingga lahirlah pendekatan formalisme yang memandang hukum sebagai Positivisme Hukum. Akhirnya ajaran Hukum Umum sebagai embrio dari lahirnya Teori Hukum sebagai cabang tersendiri dalam Disiplin Hukum.
6. Abad ke-20 (Kelsen-> Lahirnya Teori Hukum)
Dimana ilmu hukum harus dimurnikan dan tidak boleh tercampur dengan politik dan lainnya. Lahirnya Teori Hukum ini dipelopori oleh Hans Kelsen dengan memulai kajian teori murni tentang hukum dimana hukum dimurnikan dan terlmasuk dari aspek filsafat.
7. Abad ke-21 (Post modern)
Hubungan antar negara menjadi longgar/tidak ada batasnya lagi (borderless). Ada gejala umum dalah abad ini dimana berakhirnya universalisme, harmoni dan kesatuan. Menyebabkan penemuan ilmiah bukanlah metode sains. Realitas tak berstruktur sehingga rasio tak mampu memahami hakikat.
REFLEKSI :
Sampai dengan abad ke-4 SM filsafat hukum adalah produk sampingan pemikiran filsafat yang beorientasi kosmosentris. Hukum keluar dari mitos dan mulai dipersoalkan sebagai gejala alam. Karena diiringi dengan lahirnya kaum menengah yang merintis perenungan filsafat maka lahirlah suatu pertanyaan: ”Apakah hukum kodrat itu?” Aliran Hukum Alam atau Hukum Kodrat, berpendapat bahwa hukum tertinggi atau yang utama, yang darinya Hukum Positif berasal. Hukum Kodrat berasal dari perintah Tuhan. Hukum adalah bagian kecil dari persoalan-persoalan filsafat dan hal inilah yang mendasari lahirlah filsafat hukum.
Sampai dengan abad ke-12, fisafat hukum membantu meletakkan dasar bagi ilmu hukum klasik di Romawi dan ilmu hukum Irnerius. Hukum masih terkukung dalam pengaruh Tuhan dan agama. Yang diajarkan oleh Irnerius yaitu cara berpikir yuridis (bukan hukum positif) kepada 14.000 mahasiswa di seluruh Eropa, dikenal dengan Ilmu Hukum Irnerius yaitu the forming of the western legal tradition. Dan jejak Irnerius ini diikuti oleh pengajar lain dengan membuka sekolah hukum di berbagai kota.
Kemudian di abad ke-18, filsafat hukum mulai kurang diprioritaskan. Hukum menjadi hukum positif dan berkembang menjadi ilmu hukum dogmatik. Hukum itu dikaitkan dengan kebebasan dari individu-individu dalam sistem ketatanegaraan nasional. Hal ini ditandai dengan berkuasanya Napoleon Bonaparte yang melakukan desentralisasi pemerintahan baik dalam keuangan maupun kehakiman dan mendirikan Bank Perancis dan Universitas Perancis. Kemudian Napoleon juga membentuk panitia perancang modifikasi Code Civil yang sejalan dengan semangat Revolusi Perancis. Dan mengakibatkan legisme berkembang dan ilmu hukum menjadi dogmatis. Perjuangan Napoleon tidak berakhir sampai disitu saja, tetapi pada tahun 1804 ia mengkhianati Revolusi Perancis dengan memproklamasikan diri sebagai Kaisar, memerangi negara lain terutama musuh utama Perancis yaitu Inggris dan nepotisme yaitu mengangkat saudara-saudaranya sebagai raja di negara-negara dudukannya. Pertanyaannya: ”Kapan Ilmu Hukum itu dilarang universalitasnya?” jawabannya adalah tidak lain setelah adanya Revolusi Perancis yang terjadi pada abad ke-18 ini.
Pada abad ke-19 filsafat hukum dianggap terlalu abstrak dan tidak realistis. Hukum bukanlah moral. Karena hukum dipandang secara sempit lebih kepada substansi (hukum positif). Ajaran hukum umum dalam abad ini dipelopori oleh John Austin yang melahirkan pendekatan formalisme dalam memandang hukum (legal formalism) yaitu sebagai positivisme hukum dan ajaran hukum umum adalah embrio bagi lahirnya Teori Hukum sebagai cabang tersendiri dalam Disiplin Hukum.
Abad ke-20, teori hukum diperlukan untuk menjembatani keabstrakan filsafat hukum dengan ilmu hukum. Hukum juga kembali dipandang sebagai fenomena kebudayaan dan objek penyelidikan berbagai disiplin. Teori Hukum ini dipelopori oleh Hans Kelsen dengan memulai kajian tentang teori murni tentang hukum, dimana hukum itu dimurnikan. Hukum adalah perintah penguasa sehingga memperkuat asumsi dogmatik hukum (legisme). Ilmu hukum haruslah dimurnikan atau dengan kata lain tidak boleh tercampur dengan politik atau bidang lainnya. Kita juga dikenalkan dengan adanya Teori Jenjang.
Dalam abad yang ke-21, teori hukum masih dianggap tak realistis menjawab kebutuhan atas hukum positif yang lebih berpihak pada golongan tertindas. Ditandai dengan berakhirnya universalisme, harmoni dan kesatuan. Kemudian ditandai dengan dituntut adanya sikap hormati perbedaan, partikular dan lokal. Hubungan antar negara menjadi tidak ada batasnya (borderless), orang kehilangan jati dirinya (retribalisasi).
DISKUSI :
1. Apakah yang dimaksud dengan Teori Jenjang yang diperkenalkan oleh Hans Kelsen pada abad yang ke-20 dengan ditandai dengan lahirnya Teori Hukum yang menjembatani filsafat hukum dengan ilmu hukum?
2. Mengapa Posmodern dalam abad ke-21 membawa sikap frustasi terhadap hukum positif?
REVISI Jurnal Hukum I
TOPIK I : Pengantar Filsafat
TANGGAL : 18 Agustus 2010
SUBSTANSI :
1. Filsafat berbeda dari falsafah.
- Filsafat dipandang sebagai ilmu, yang keberadaannya masih berproses. Keberadaannya sebagai proses disebut Genetivus Objectivus. Dan pada saat sekali proses tersebut berhenti maka ia akan menjadi produk.
- Sedangkan falsafah merupakan pandangan hidup dimana keberadaannya sudah tetap, yaitu sebagai produk yang disebut Genetivus Subjectivus.
2. Karakteristik fisafat.
- Holistik integral (menyeluruh) : karakteristik ini tidak parsial melainkan melihat yang diumpamakan dengan sudut pandang burung, yaitu burung yang terbang bebas di angkasa dapat melihat bumi yang ada di bawahnya secara keseluruhan.
- Inklusif : berarti mencangkup secara luas.
- Sinoptis : yaitu melihat secara garis besarnya.
- Radikal : merupakan hakikat, melihat secara mendalam sampai keakar dan sama dengan berpikir fundamental. Tapi, orang radikal tidak sama dengan fundamentalis sebagaimana disalahpahami oleh orang awam.
- Spekulatif (terbuka untuk dikritisi) : bukan untung-untungan yang berarti kebenarannya tidak dimonopoli, dan bersifat sementara.
- Reflektif (kritis sampai ke nilai-nilai) : bukan hanya menangkap gejala tetapi juga apa yang ada dibaliknya ke dimensi etis atau estetis.
3. Periodedisasi filsafat.
Tipe Amerika yang disebut dengan "discourse" yaitu wacana.
- 600 SM sampai dengan 400 M merupakan masa yunani kuno (antik) yang terbagi pada masa pra-socrates dan masa pasca socrates. Pada masa ini didominasi pertanyaan tentang alam "kosmosentris".
- 400 M sampai dengan 1500 M merupakan abad pertengahan.
- 1500 M sampai dengan 1800 M merupakan abad modern.
- 1800 M sampai dengan sekarang merupakan abad kontemporer.
4. The Seven Liberal Arts diajarkan dalam bentuk Studium Generale atau disebut juga dengan "Septem Artes Liberales" yang kemudian disebut humaniora.
Humaniora berasal dari kata 'humanus' dan 'humanior' yaitu merupakan ilmu yang menjadikan humanus menjadi humanior (manusia yang lebih manusiawi).
Tujuh liberal arts tadi terdiri dari 2 (dua) kelompok studi yaitu "trivium" dan "quadrivium". Trivium terdiri dari studi tentang gramatika, retorika, dan dialektika dimana ketiganya menekankan filosofi bernalar. Sedangkan, quadrivium terdiri dari studi musik, aritmetika, geometri, dan astronomi yang menekankan filosofi berhitung.
5. Sistematika filsafat.
Thales menempatkan metafisika sebagai filsafat yang pertama.
a. Metafisika = Ontologi
Terbagi menjadi :
- Teodicea (teologia);
- Kosmologia;
-Antropologia.
Contoh pertanyaan metafisika : Apakah saya ada di ruangan ini?
b. Epistemologi, tentang cara bernalar.
Terbagi menjadi :
- Filsafat ilmu;
- Metodologi;
- Logika, yang merupakan filsafat berpikir.
Contoh pertanyaan epistemologi : Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita ada di ruangan ini?
c. Aksiologi, merupakan tujuan yang ingin dicapai.
Terbagi menjadi:
- Etika yaitu filsafat moral atau perilaku tentang baik/buruk.
- Estetika yaitu filsafat keindahan tentang indah/tidak indah.
6. Pergolakkan pemikiran manusia.
Tiap-tiap periode punya wacana (arus besar) di dalam 4 periode filsafat barat, yaitu :
- Cosmocentricism, terjadi pada Jaman Yunani Kuno dimana manusia takluk pada kekuatan alam.
- Theocentricism, terjadi pada Abad Pertengahan yaitu suatu supranatural yang abstrak.
- Anthropocentricism, terjadi pada jaman modern dimana manusia dapat melakukan apa saja selama diberi kebebasan berpikir. Dengan kata lain dapat dikatakan manusia sudah dianggap dewasa sehingga alam yang takluk pada manusia. Keadaannya seperti memberi posisi yang paling tinggi pada manusia tetapi pada kenyataannya tidak membuat keadaan menjadi lebih baik, sehingga orang merasa menyerahkan pada manusia saja tidak cukup (eksistensial). Jadi pada jaman post modern menjadi multicentris.
- Logocentricism, terjadi pada jaman kontemporer.
REFLEKSI :
Dengan mempelajari pengantar filsafat kita merasa seperti menilik kembali sejarah kebudayaan Yunani dan Romawi, yang membawa kita melalui lintas batas kebudayaan yang mungkin terasa sedikit berbeda dengan sejarah kebudayaan kita. Namun, bila dilihat secara seksama ada pula kesamaan yang dapat kita lihat dalam sejarah kebudayaan Indonesia yang amat dipengaruhi oleh masa jaman penjajahan dahulu.
Pada awalnya mendengar kata filsafat mungkin yang ada dibenak kita adalah suatu dasar berpikir, tetapi ternyata filsafat yang sebenarnya tidak sesederhana itu untuk dijelaskan dengan kata-kata. Sebelumnya kita harus memahami dulu tidak hanya sejarah lahirnya filsafat, tetapi juga tujuan dari lahirnya filsafat. Hal ini bertujuan agar dalam mempelajari filsafat kita memiliki sistematika yang benar sehingga filsafat dapat dipahami secara baik dan benar. Dan di dalam mempelajari pengantar filsafat kita akan menemukan hal-hal mendasar yang perlu kita ketahui sebelum kita mengenal lebih jauh lagi tentang filsafat itu sendiri. Pertanyaan awal penting yang terbersit dalam pikiran saat mempelajari fisafat adalah: Apakah hakikat dari filsafat?. Filsafat diawali oleh sikap senang menyelidiki sesuatu, bukan sikap menerima apa adanya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa inquiring attitude tidak sama dengan receptive attitude. Dan semakin kritis pola berpikir kita, maka akan semakin baik bagi perkembangan telaah filsafat di diri kita. Disini dapat kita lihat bahwa karakteristik filsafat yaitu sinoptis (secara garis besar) merupakan salah satu aspek penting dalam memahami tentang filsafat itu sendiri, sehingga nantinya akan banyak muncul pertanyaan-pertanyaan yang bersifat signifikan dan juga problem-problem yang bersifat abadi menembus ruang dan waktu. Pertanyaan maupun problem ini timbul dari kalangan tertentu (bukan awam), tidak sama dengan esoterik.
Hal berikutnya yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana memahami bangunan ilmu dari sudut pandang filsafat?.Tiap lapisan dalam bangunan ilmu keberadaannya saling berhubungan satu sama lain. Lapisan pertama adalah lapisan empiris (pengalaman) yaitu fakta. Sesuatu yang kita alami berhubungan langsung dengan ruang dan waktu, hasil dari fakta akan diproses tetapi keberadaannya harus diklasifikasikan atau dikelompokkan. Lapisan kedua adalah konsep. Generalisasi dari fakta adalah konsep, bila bicara konsep sudah keluar dari ikatan ruang dan waktu. Lapisan ketiga yaitu proposisi. Proposisi merupakan hubungan antara konsep-konsep. Proposisi sudah dapat dijadikan hipotesis, dan kalau proposisi sudah sering dibuktikan maka akan menjadi "dalil" (hukum alam). Lapisan keempat adalah teori, yang merupakan suatu narasi (teori-teori besar). Komposisi yang sudah komprehensif adalah teori. Fakta yang besar dikemudian hari harus dijelaskan melalui teori, inilah yang disebut "verifikasi". Kalau selalu mengacu pada verifikasi maka ilmu menjadi tidak berkembang, karena hipotesis dibuat berdasarkn teori-teori. Cara verifikasi inilah yang dikritik Karl Popper melainkan harus menggunakan falsifikasi, salah tidak perlu banyak melainkan bila sudah ada satu salah saja maka teori harus runtuh. Sedangkan, lapisan kelima adalah ilmu, dan berkembang atau tidaknya suatu ilmu sangat dipengaruhi oleh kemajuan teori. Disamping itu, ada pendapat mendukung yang diutarakan oleh Karl Popper mengenai ilmu, yaitu semua ilmu harus terbuka untuk diuji. Jika tidak, ia menjadi pengetahuan (non-ilmiah), seperti agama. Ilmu (teori). diuji dengan menunjukkan ketidakbenarannya (falsifikasi). Dapat pula dikatakan bahwa Mater Scientiarum merupakan induk dari ilmu-ilmu, dan ada yang mengatakan filsafat berakhir di seni. Filsafat adalah ilmu induk bukan ilmu anak (vak).
DISKUSI :
1. Manakah dari ketiga jenis filsuf yang ada, yang saat ini paling banyak mempengaruhi pola pikir maupun pola ajaran para dosen filsafat hukum masa kini?Jelaskan alasannya.
2. Bagaimana cara berpikir secara filsafat yang tepat dalam menyikapi adanya wacana (arus besar) di dalam tiap-tiap periode filsafat barat?
TANGGAL : 18 Agustus 2010
SUBSTANSI :
1. Filsafat berbeda dari falsafah.
- Filsafat dipandang sebagai ilmu, yang keberadaannya masih berproses. Keberadaannya sebagai proses disebut Genetivus Objectivus. Dan pada saat sekali proses tersebut berhenti maka ia akan menjadi produk.
- Sedangkan falsafah merupakan pandangan hidup dimana keberadaannya sudah tetap, yaitu sebagai produk yang disebut Genetivus Subjectivus.
2. Karakteristik fisafat.
- Holistik integral (menyeluruh) : karakteristik ini tidak parsial melainkan melihat yang diumpamakan dengan sudut pandang burung, yaitu burung yang terbang bebas di angkasa dapat melihat bumi yang ada di bawahnya secara keseluruhan.
- Inklusif : berarti mencangkup secara luas.
- Sinoptis : yaitu melihat secara garis besarnya.
- Radikal : merupakan hakikat, melihat secara mendalam sampai keakar dan sama dengan berpikir fundamental. Tapi, orang radikal tidak sama dengan fundamentalis sebagaimana disalahpahami oleh orang awam.
- Spekulatif (terbuka untuk dikritisi) : bukan untung-untungan yang berarti kebenarannya tidak dimonopoli, dan bersifat sementara.
- Reflektif (kritis sampai ke nilai-nilai) : bukan hanya menangkap gejala tetapi juga apa yang ada dibaliknya ke dimensi etis atau estetis.
3. Periodedisasi filsafat.
Tipe Amerika yang disebut dengan "discourse" yaitu wacana.
- 600 SM sampai dengan 400 M merupakan masa yunani kuno (antik) yang terbagi pada masa pra-socrates dan masa pasca socrates. Pada masa ini didominasi pertanyaan tentang alam "kosmosentris".
- 400 M sampai dengan 1500 M merupakan abad pertengahan.
- 1500 M sampai dengan 1800 M merupakan abad modern.
- 1800 M sampai dengan sekarang merupakan abad kontemporer.
4. The Seven Liberal Arts diajarkan dalam bentuk Studium Generale atau disebut juga dengan "Septem Artes Liberales" yang kemudian disebut humaniora.
Humaniora berasal dari kata 'humanus' dan 'humanior' yaitu merupakan ilmu yang menjadikan humanus menjadi humanior (manusia yang lebih manusiawi).
Tujuh liberal arts tadi terdiri dari 2 (dua) kelompok studi yaitu "trivium" dan "quadrivium". Trivium terdiri dari studi tentang gramatika, retorika, dan dialektika dimana ketiganya menekankan filosofi bernalar. Sedangkan, quadrivium terdiri dari studi musik, aritmetika, geometri, dan astronomi yang menekankan filosofi berhitung.
5. Sistematika filsafat.
Thales menempatkan metafisika sebagai filsafat yang pertama.
a. Metafisika = Ontologi
Terbagi menjadi :
- Teodicea (teologia);
- Kosmologia;
-Antropologia.
Contoh pertanyaan metafisika : Apakah saya ada di ruangan ini?
b. Epistemologi, tentang cara bernalar.
Terbagi menjadi :
- Filsafat ilmu;
- Metodologi;
- Logika, yang merupakan filsafat berpikir.
Contoh pertanyaan epistemologi : Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita ada di ruangan ini?
c. Aksiologi, merupakan tujuan yang ingin dicapai.
Terbagi menjadi:
- Etika yaitu filsafat moral atau perilaku tentang baik/buruk.
- Estetika yaitu filsafat keindahan tentang indah/tidak indah.
6. Pergolakkan pemikiran manusia.
Tiap-tiap periode punya wacana (arus besar) di dalam 4 periode filsafat barat, yaitu :
- Cosmocentricism, terjadi pada Jaman Yunani Kuno dimana manusia takluk pada kekuatan alam.
- Theocentricism, terjadi pada Abad Pertengahan yaitu suatu supranatural yang abstrak.
- Anthropocentricism, terjadi pada jaman modern dimana manusia dapat melakukan apa saja selama diberi kebebasan berpikir. Dengan kata lain dapat dikatakan manusia sudah dianggap dewasa sehingga alam yang takluk pada manusia. Keadaannya seperti memberi posisi yang paling tinggi pada manusia tetapi pada kenyataannya tidak membuat keadaan menjadi lebih baik, sehingga orang merasa menyerahkan pada manusia saja tidak cukup (eksistensial). Jadi pada jaman post modern menjadi multicentris.
- Logocentricism, terjadi pada jaman kontemporer.
REFLEKSI :
Dengan mempelajari pengantar filsafat kita merasa seperti menilik kembali sejarah kebudayaan Yunani dan Romawi, yang membawa kita melalui lintas batas kebudayaan yang mungkin terasa sedikit berbeda dengan sejarah kebudayaan kita. Namun, bila dilihat secara seksama ada pula kesamaan yang dapat kita lihat dalam sejarah kebudayaan Indonesia yang amat dipengaruhi oleh masa jaman penjajahan dahulu.
Pada awalnya mendengar kata filsafat mungkin yang ada dibenak kita adalah suatu dasar berpikir, tetapi ternyata filsafat yang sebenarnya tidak sesederhana itu untuk dijelaskan dengan kata-kata. Sebelumnya kita harus memahami dulu tidak hanya sejarah lahirnya filsafat, tetapi juga tujuan dari lahirnya filsafat. Hal ini bertujuan agar dalam mempelajari filsafat kita memiliki sistematika yang benar sehingga filsafat dapat dipahami secara baik dan benar. Dan di dalam mempelajari pengantar filsafat kita akan menemukan hal-hal mendasar yang perlu kita ketahui sebelum kita mengenal lebih jauh lagi tentang filsafat itu sendiri. Pertanyaan awal penting yang terbersit dalam pikiran saat mempelajari fisafat adalah: Apakah hakikat dari filsafat?. Filsafat diawali oleh sikap senang menyelidiki sesuatu, bukan sikap menerima apa adanya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa inquiring attitude tidak sama dengan receptive attitude. Dan semakin kritis pola berpikir kita, maka akan semakin baik bagi perkembangan telaah filsafat di diri kita. Disini dapat kita lihat bahwa karakteristik filsafat yaitu sinoptis (secara garis besar) merupakan salah satu aspek penting dalam memahami tentang filsafat itu sendiri, sehingga nantinya akan banyak muncul pertanyaan-pertanyaan yang bersifat signifikan dan juga problem-problem yang bersifat abadi menembus ruang dan waktu. Pertanyaan maupun problem ini timbul dari kalangan tertentu (bukan awam), tidak sama dengan esoterik.
Hal berikutnya yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana memahami bangunan ilmu dari sudut pandang filsafat?.Tiap lapisan dalam bangunan ilmu keberadaannya saling berhubungan satu sama lain. Lapisan pertama adalah lapisan empiris (pengalaman) yaitu fakta. Sesuatu yang kita alami berhubungan langsung dengan ruang dan waktu, hasil dari fakta akan diproses tetapi keberadaannya harus diklasifikasikan atau dikelompokkan. Lapisan kedua adalah konsep. Generalisasi dari fakta adalah konsep, bila bicara konsep sudah keluar dari ikatan ruang dan waktu. Lapisan ketiga yaitu proposisi. Proposisi merupakan hubungan antara konsep-konsep. Proposisi sudah dapat dijadikan hipotesis, dan kalau proposisi sudah sering dibuktikan maka akan menjadi "dalil" (hukum alam). Lapisan keempat adalah teori, yang merupakan suatu narasi (teori-teori besar). Komposisi yang sudah komprehensif adalah teori. Fakta yang besar dikemudian hari harus dijelaskan melalui teori, inilah yang disebut "verifikasi". Kalau selalu mengacu pada verifikasi maka ilmu menjadi tidak berkembang, karena hipotesis dibuat berdasarkn teori-teori. Cara verifikasi inilah yang dikritik Karl Popper melainkan harus menggunakan falsifikasi, salah tidak perlu banyak melainkan bila sudah ada satu salah saja maka teori harus runtuh. Sedangkan, lapisan kelima adalah ilmu, dan berkembang atau tidaknya suatu ilmu sangat dipengaruhi oleh kemajuan teori. Disamping itu, ada pendapat mendukung yang diutarakan oleh Karl Popper mengenai ilmu, yaitu semua ilmu harus terbuka untuk diuji. Jika tidak, ia menjadi pengetahuan (non-ilmiah), seperti agama. Ilmu (teori). diuji dengan menunjukkan ketidakbenarannya (falsifikasi). Dapat pula dikatakan bahwa Mater Scientiarum merupakan induk dari ilmu-ilmu, dan ada yang mengatakan filsafat berakhir di seni. Filsafat adalah ilmu induk bukan ilmu anak (vak).
DISKUSI :
1. Manakah dari ketiga jenis filsuf yang ada, yang saat ini paling banyak mempengaruhi pola pikir maupun pola ajaran para dosen filsafat hukum masa kini?Jelaskan alasannya.
2. Bagaimana cara berpikir secara filsafat yang tepat dalam menyikapi adanya wacana (arus besar) di dalam tiap-tiap periode filsafat barat?
Friday, 17 September 2010
Jurnal Hukum I
TOPIK I : Pengantar Filsafat
TANGGAL : 18 Agustus 2010
SUBSTANSI :
1. Filsafat berbeda dari falsafah.
- Filsafat dipandang sebagai ilmu, yang keberadaannya masih berproses. Keberadaannya sebagai proses disebut Genetivus Objective. Dan pada saat sekali proses tersebut berhenti maka ia akan menjadi produk.
- Sedangkan falsafah merupakan pandangan hidup dimana keberadaannya sudah tetap, yaitu sebagai produk yang disebut Genetivus Subjective.
2. Pengertian filsafat.
Secara etimologis ada banyak istilah yang digunakan oleh negara-negara di dunia untuk mendefinisikan kata falsafah. Namun, Pythagoras menggunakan istilah "philosophos" yaitu Lover of Wisdom.
3. Karakteristik fisafat.
- Holistik integral (menyeluruh) : karakteristik ini tidak parsial melainkan melihat yang diumpamakan dengan sudut pandang burung, yaitu burung yang terbang bebas di angkasa dapat melihat bumi yang ada di bawahnya secara keseluruhan.
- Inklusif : berarti mencangkup secara luas.
- Sinoptis : yaitu melihat secara garis besarnya.
- Radikal : merupakan hakikat, melihat secara mendalam sampai keakar dan bukan fundamental.
- Spekulatif (terbuka untuk dikritisi) : bukan untung-untungan yang berarti kebenarannya tidak dimonopoli, dan bersifat sementara.
- Reflektif (kritis sampai ke nilai-nilai) : bukan hanya menangkap gejala tetapi juga apa yang ada dibaliknya ke dimensi etis atau estetis.
4. Pertanyaan filosofis pertama yang muncul.
Pertanyaan ini diutarakan oleh filsuf pertama yang tercatat dalam sejarah yaitu Thales, ia menjadi filsuf pertama karena bertanya tentang Arkhe yaitu "Apa yang menjadi asal mula realitas ?".
Masa pra-socrates, penyelidikan filsafat hanya berpusat pada "alam besar" (makrokosmos). Namun, Socrates mengalihkan pertanyaan pada "alam kecil" (mikrokosmos) yaitu manusia " Apa hakikat kemanusiaan?". Socrates dikenal dengan metode yang diciptakannya yaitu metode kebidanan (mayeutike), terinspirasi dari ibunya sendiri yang nerupakan seorang bidan.
5. Periodedisasi filsafat.
Tipe Amerika yang disebut dengan "discourse" yaitu wacana.
- 600 SM sampai dengan 400 M merupakan masa yunani kuno (antik) yang terbagi pada masa pra-socrates dan masa pasca socrates. Pada masa ini didominasi pertanyaan tentang alam "kosmosentris".
- 400 M sampai dengan 1500 M merupakan abad pertengahan.
- 1500 M sampai dengan 1800 M merupakan abad modern.
- 1800 M sampai dengan sekarang merupakan abad kontemporer.
Ada 3 (tiga) jenis filsuf yaitu :
- mencari jawaban atas pertanyaan filsafat (Thales, Socrates);
- menjadi ahli, tetapi tidak menyusun sistem filsafatnya sendiri (para guru besar filsafat);
- kombinasi dari keduanya (Immanuel Kant).
6. The Seven Liberal Arts (Artes Liberales) diajarkan dalam bentuk Studium Generale atau disebut juga dengan "Septem Artes Liberales" yang kemudian disebut humaniora.
Humaniora berasal dari kata 'humanus' dan 'humanior' yaitu merupakan ilmu yang menjadikan humanus menjadi humanior (manusia yang lebih manusiawi).
Tujuh liberal arts tadi terdiri dari 2 (dua) kelompok studi yaitu "trivium" dan "quadrivium". Trivium terdiri dari studi tentang gramatika, retorika, dan dialektika dimana ketiganya menekankan filosofi bernalar. Sedangkan, quadrivium terdiri dari studi musik, aritmetika, geometri, dan astronomi yang menekankan filosofi berhitung.
7. Keilmuan dilambangkan dengan manusia vitruvius yang dibuat oleh Leonardo da Vinci. Lukisannya dikenal sebagai bintang bersudut lima. Mater Scientiarum merupakan induk dari ilmu-ilmu, dan ada yang mengatakan filsafat berakhir di seni. Filsafat adalah ilmu induk bukan ilmu anak (vak).
8. Sistematika filsafat.
Thales menempatkan metafisika sebagai filsafat yang pertama.
a. Metafisika = Ontologi
Terbagi menjadi :
- Teodicea (teologia);
- Kosmologia;
-Antropologia.
Contoh pertanyaan metafisika : Apakah saya ada di ruangan ini?
b. Epistemologi, tentang cara bernalar.
Terbagi menjadi :
- Filsafat ilmu;
- Metodologi;
- Logika, yang merupakan filsafat berpikir.
Contoh pertanyaan epistemologi : Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita ada di ruangan ini?
c. Aksiologi, merupakan tujuan yang ingin dicapai.
Terbagi menjadi:
- Etika yaitu filsafat moral atau perilaku tentang baik/buruk.
- Estetika yaitu filsafat keindahan tentang indah/tidak indah.
9. Bangunan ilmu.
Lapisan pertama adalah lapisan empiris (pengalaman) yaitu fakta. Sesuatu yang kita alami berhubungan langsung dengan ruang dan waktu, hasil dari fakta akan diproses tetapi keberadaannya harus diklasifikasikan atau dikelompokkan.
Lapisan kedua adalah konsep. Generalisasi dari fakta adalah konsep, bila bicara konsep sudah keluar dari ikatan ruang dan waktu.
Lapisan ketiga yaitu proposisi. Proposisi merupakan hubungan antara konsep-konsep. Proposisi sudah dapat dijadikan hipotesis, dan kalau proposisi sudah sering dibuktikan maka akan menjadi "dalil" (hukum alam).
Lapisan keempat adalah teori, yang merupakan suatu narasi (teori-teori besar). Komposisi yang sudah komprehensif adalah teori.
Lapisan kelima adalah ilmu. Berkembang atau tidaknya suatu ilmu sangat dipengaruhi oleh kemajuan teori.
10. Fakta yang besar dikemudian hari harus dijelaskan melalui teori, inilah yang disebut "verifikasi". Kalau selalu mengacu pada verifikasi maka ilmu menjadi tidak berkembang, karena hipotesis dibuat berdasarkn teori-teori. Cara verifikasi inilah yang dikritik Karl Popper melainkan harus menggunakan falsifikasi, salah tidak perlu banyak melainkan bila sudah ada satu salah saja maka teori harus runtuh.
11. Pergolakkan pemikiran manusia.
Tiap-tiap periode punya wacana (arus besar) di dalam 4 periode filsafat barat, yaitu :
- Cosmocentricism, terjadi pada Zaman Yunani Kuno dimana manusia takluk pada kekuatan alam.
- Theocentricism, terjadi pada Abad Pertengahan yaitu suatu supranatural yang abstrak.
- Anthropocentricism, terjadi pada zaman modern dimana manusia dapat melakukan apa saja selama diberi kebebasan berpikir. Dengan kata lain dapat dikatakan manusia sudah dianggap dewasa sehingga alam yang takluk pada manusia.
- Logocentricism, terjadi pada jaman kontemporer.
REFLEKSI :
Dengan mempelajari pengantar filsafat kita merasa seperti menilik kembali sejarah kebudayaan Yunani dan Romawi, yang membawa kita melalui lintas batas kebudayaan yang mungkin terasa sedikit berbeda dengan sejarah kebudayaan kita. Namun, bila dilihat secara seksama ada pula kesamaan yang dapat kita lihat dalam sejarah kebudayaan Indonesia yang amat dipengaruhi oleh masa jaman penjajahan dahulu.
Pada awalnya mendengar kata filsafat mungkin yang ada dibenak kita adalah suatu dasar berpikir, tetapi ternyata filsafat yang sebenarnya tidak sesederhana itu untuk dijelaskan dengan kata-kata. Sebelumnya kita harus memahami dulu tidak hanya sejarah lahirnya filsafat, tetapi juga tujuan dari lahirnya filsafat. Hal ini bertujuan agar dalam mempelajari filsafat kita memiliki sistematika yang benar sehingga filsafat dapat dipahami secara baik dan benar.
DISKUSI :
1. Apakah yang dapat kita pahami dari sejarah lahirnya filsafat?
2. Apakah tujuan dari lahirnya filsafat?
3. Bagaimana cara memahami filsafat dengan baik dan benar?
4. Apakah kegunaan mempelajari filsafat?
5. Mengapa filsafat harus kita pelajari?
TANGGAL : 18 Agustus 2010
SUBSTANSI :
1. Filsafat berbeda dari falsafah.
- Filsafat dipandang sebagai ilmu, yang keberadaannya masih berproses. Keberadaannya sebagai proses disebut Genetivus Objective. Dan pada saat sekali proses tersebut berhenti maka ia akan menjadi produk.
- Sedangkan falsafah merupakan pandangan hidup dimana keberadaannya sudah tetap, yaitu sebagai produk yang disebut Genetivus Subjective.
2. Pengertian filsafat.
Secara etimologis ada banyak istilah yang digunakan oleh negara-negara di dunia untuk mendefinisikan kata falsafah. Namun, Pythagoras menggunakan istilah "philosophos" yaitu Lover of Wisdom.
3. Karakteristik fisafat.
- Holistik integral (menyeluruh) : karakteristik ini tidak parsial melainkan melihat yang diumpamakan dengan sudut pandang burung, yaitu burung yang terbang bebas di angkasa dapat melihat bumi yang ada di bawahnya secara keseluruhan.
- Inklusif : berarti mencangkup secara luas.
- Sinoptis : yaitu melihat secara garis besarnya.
- Radikal : merupakan hakikat, melihat secara mendalam sampai keakar dan bukan fundamental.
- Spekulatif (terbuka untuk dikritisi) : bukan untung-untungan yang berarti kebenarannya tidak dimonopoli, dan bersifat sementara.
- Reflektif (kritis sampai ke nilai-nilai) : bukan hanya menangkap gejala tetapi juga apa yang ada dibaliknya ke dimensi etis atau estetis.
4. Pertanyaan filosofis pertama yang muncul.
Pertanyaan ini diutarakan oleh filsuf pertama yang tercatat dalam sejarah yaitu Thales, ia menjadi filsuf pertama karena bertanya tentang Arkhe yaitu "Apa yang menjadi asal mula realitas ?".
Masa pra-socrates, penyelidikan filsafat hanya berpusat pada "alam besar" (makrokosmos). Namun, Socrates mengalihkan pertanyaan pada "alam kecil" (mikrokosmos) yaitu manusia " Apa hakikat kemanusiaan?". Socrates dikenal dengan metode yang diciptakannya yaitu metode kebidanan (mayeutike), terinspirasi dari ibunya sendiri yang nerupakan seorang bidan.
5. Periodedisasi filsafat.
Tipe Amerika yang disebut dengan "discourse" yaitu wacana.
- 600 SM sampai dengan 400 M merupakan masa yunani kuno (antik) yang terbagi pada masa pra-socrates dan masa pasca socrates. Pada masa ini didominasi pertanyaan tentang alam "kosmosentris".
- 400 M sampai dengan 1500 M merupakan abad pertengahan.
- 1500 M sampai dengan 1800 M merupakan abad modern.
- 1800 M sampai dengan sekarang merupakan abad kontemporer.
Ada 3 (tiga) jenis filsuf yaitu :
- mencari jawaban atas pertanyaan filsafat (Thales, Socrates);
- menjadi ahli, tetapi tidak menyusun sistem filsafatnya sendiri (para guru besar filsafat);
- kombinasi dari keduanya (Immanuel Kant).
6. The Seven Liberal Arts (Artes Liberales) diajarkan dalam bentuk Studium Generale atau disebut juga dengan "Septem Artes Liberales" yang kemudian disebut humaniora.
Humaniora berasal dari kata 'humanus' dan 'humanior' yaitu merupakan ilmu yang menjadikan humanus menjadi humanior (manusia yang lebih manusiawi).
Tujuh liberal arts tadi terdiri dari 2 (dua) kelompok studi yaitu "trivium" dan "quadrivium". Trivium terdiri dari studi tentang gramatika, retorika, dan dialektika dimana ketiganya menekankan filosofi bernalar. Sedangkan, quadrivium terdiri dari studi musik, aritmetika, geometri, dan astronomi yang menekankan filosofi berhitung.
7. Keilmuan dilambangkan dengan manusia vitruvius yang dibuat oleh Leonardo da Vinci. Lukisannya dikenal sebagai bintang bersudut lima. Mater Scientiarum merupakan induk dari ilmu-ilmu, dan ada yang mengatakan filsafat berakhir di seni. Filsafat adalah ilmu induk bukan ilmu anak (vak).
8. Sistematika filsafat.
Thales menempatkan metafisika sebagai filsafat yang pertama.
a. Metafisika = Ontologi
Terbagi menjadi :
- Teodicea (teologia);
- Kosmologia;
-Antropologia.
Contoh pertanyaan metafisika : Apakah saya ada di ruangan ini?
b. Epistemologi, tentang cara bernalar.
Terbagi menjadi :
- Filsafat ilmu;
- Metodologi;
- Logika, yang merupakan filsafat berpikir.
Contoh pertanyaan epistemologi : Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita ada di ruangan ini?
c. Aksiologi, merupakan tujuan yang ingin dicapai.
Terbagi menjadi:
- Etika yaitu filsafat moral atau perilaku tentang baik/buruk.
- Estetika yaitu filsafat keindahan tentang indah/tidak indah.
9. Bangunan ilmu.
Lapisan pertama adalah lapisan empiris (pengalaman) yaitu fakta. Sesuatu yang kita alami berhubungan langsung dengan ruang dan waktu, hasil dari fakta akan diproses tetapi keberadaannya harus diklasifikasikan atau dikelompokkan.
Lapisan kedua adalah konsep. Generalisasi dari fakta adalah konsep, bila bicara konsep sudah keluar dari ikatan ruang dan waktu.
Lapisan ketiga yaitu proposisi. Proposisi merupakan hubungan antara konsep-konsep. Proposisi sudah dapat dijadikan hipotesis, dan kalau proposisi sudah sering dibuktikan maka akan menjadi "dalil" (hukum alam).
Lapisan keempat adalah teori, yang merupakan suatu narasi (teori-teori besar). Komposisi yang sudah komprehensif adalah teori.
Lapisan kelima adalah ilmu. Berkembang atau tidaknya suatu ilmu sangat dipengaruhi oleh kemajuan teori.
10. Fakta yang besar dikemudian hari harus dijelaskan melalui teori, inilah yang disebut "verifikasi". Kalau selalu mengacu pada verifikasi maka ilmu menjadi tidak berkembang, karena hipotesis dibuat berdasarkn teori-teori. Cara verifikasi inilah yang dikritik Karl Popper melainkan harus menggunakan falsifikasi, salah tidak perlu banyak melainkan bila sudah ada satu salah saja maka teori harus runtuh.
11. Pergolakkan pemikiran manusia.
Tiap-tiap periode punya wacana (arus besar) di dalam 4 periode filsafat barat, yaitu :
- Cosmocentricism, terjadi pada Zaman Yunani Kuno dimana manusia takluk pada kekuatan alam.
- Theocentricism, terjadi pada Abad Pertengahan yaitu suatu supranatural yang abstrak.
- Anthropocentricism, terjadi pada zaman modern dimana manusia dapat melakukan apa saja selama diberi kebebasan berpikir. Dengan kata lain dapat dikatakan manusia sudah dianggap dewasa sehingga alam yang takluk pada manusia.
- Logocentricism, terjadi pada jaman kontemporer.
REFLEKSI :
Dengan mempelajari pengantar filsafat kita merasa seperti menilik kembali sejarah kebudayaan Yunani dan Romawi, yang membawa kita melalui lintas batas kebudayaan yang mungkin terasa sedikit berbeda dengan sejarah kebudayaan kita. Namun, bila dilihat secara seksama ada pula kesamaan yang dapat kita lihat dalam sejarah kebudayaan Indonesia yang amat dipengaruhi oleh masa jaman penjajahan dahulu.
Pada awalnya mendengar kata filsafat mungkin yang ada dibenak kita adalah suatu dasar berpikir, tetapi ternyata filsafat yang sebenarnya tidak sesederhana itu untuk dijelaskan dengan kata-kata. Sebelumnya kita harus memahami dulu tidak hanya sejarah lahirnya filsafat, tetapi juga tujuan dari lahirnya filsafat. Hal ini bertujuan agar dalam mempelajari filsafat kita memiliki sistematika yang benar sehingga filsafat dapat dipahami secara baik dan benar.
DISKUSI :
1. Apakah yang dapat kita pahami dari sejarah lahirnya filsafat?
2. Apakah tujuan dari lahirnya filsafat?
3. Bagaimana cara memahami filsafat dengan baik dan benar?
4. Apakah kegunaan mempelajari filsafat?
5. Mengapa filsafat harus kita pelajari?
Thursday, 16 September 2010
THE BIOGRAPHY OF KARL FRIEDRICH VON SAVIGNY (Revisi)

"Das Rechts wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem Volke."
(Hukum tidak dibuat, tetapi ia tumbuh dan berkembang bersama masyarakat)
Savigny berasal dari sebuah keluarga sederhana. Namanya berasal dari benteng Savigny dekat Charmes di lembah Moselle. Ia berasal dari sebuah keluarga yang sederhana dimana pada usia 13 tahun, ia menjadi yatim piatu dan dibesarkan oleh walinya sampai tahun 1795. Ia masuk Universitas Marburg dan belajar di bawah asuhan Profesor Anton Bauer dan Philipp Friedrich Weiss, yang merupakan salah satu pelopor yang paling menarik perhatian dalam reformasi hukum pidana Jerman.
Savigny mengambil gelar doktornya pada tahun 1800. Di Marburg dia mengajar sebagai dosen privat pada hukum pidana dan Pandects (ringkasan dari pandangan penulis-penulis soal hukum Romawi yang kenamaan). Pada tahun 1803 ia menerbitkan Ringkasan pandangannya yang terkenal, Das Recht des Besitzes (hak kepemilikan).

Berikut salah satu jasanya adalah untuk menciptakan, yang berhubungan dengan perkembangan pengajaran hukum, "Spruch-Collegium", yaitu merupakan suatu pengadilan luar biasa yang kompeten untuk memberikan pendapat tentang kasus yang ditangani pengadilan biasa.
Pada tahun 1815 ia menciptakan sebuah aliran hukum, dengan Karl Friedrich Eichhorn, dan Johann Friedrich Ludwig Goschen, yang dinamakan fiir Zeitschrift geschichtliche Rechtswissenschaft. Pada tahun 1817 ia diangkat menjadi anggota komisi untuk mengatur mengenai hak milik tanah di provinsi Prusia, dan juga menjabat sebagai anggota Departemen Hukum di Staatsrath, dan di 1819 ia menjadi salah satu anggota Hakim pengadilan tertinggi untuk Provinsi Rhine (di Indonesia disebut dengan Hakim Agung). Pada 1820 ia diangkat sebagai anggota komisi untuk merevisi Prussian Code.
Pada tahun 1822 penyakit saraf serius menyerangnya sehingga ia terpaksa untuk meninggalkan sebagian pekerjaannya. Pada tahun 1835 ia mulai menguraikan hukum Romawi kontemporer,yang dimuat dalam Sistem des heutigen romischen Rechts (jilid 8, 1840-1849.). Kegiatannya sebagai guru berhenti Maret 1842, ketika ia diangkat "Grosskanzler" (High Kanselir), gelar yang diberikan oleh Frederick II. Tahun 1846 ia mengepalai departemen hukum di Prusia, dimana dalam posisi ini ia melakukan beberapa reformasi hukum yang penting dalam hal tagihan pertukaran dan perceraian. Ia menduduki jabatan itu hingga 1848.
Pada tahun 1850, beliau dianugerahi gelar Doktor, Acara penganugerahan ini menimbulkan antusiasme seluruh Jerman untuk menyaksikan dan menghormati "guru besar" dan pendiri yurisprudensi modern tersebut. Pada tahun 1853 ia menerbitkan ringkasannya tentang Kontrak (Das Obligationenrecht) yang melengkapi karyanya pada hukum Romawi modern, di mana ia jelas menunjukkan pentingnya kebutuhan akan sejarah hukum.

Savigny meninggal di Berlin pada 25 Oktober 1861.

Subscribe to:
Posts (Atom)