TOPIK XVI : Realisme Hukum (Part II)
TANGAL : 26 November 2010
SUBSTANSI :
4 hal penting dalam Realisme Hukum:
1. Realism builds on earlier challenges to formal law
2. Law is in flux and created by judges
3. Law is means to an end- it serves social purposes which can be examined
4. Judges are human
Varian besar Realisme Hukum:
*Amerika: - Rule Skeptics
- Fact Skeptics
*Skandinavia: Metaphysic-Skeptics
Dasar berpikir Realisme Hukum:
-Oliver Wendell Holmes Jr. :
Apa yang diputuskan pengadilan lain yang menjadi hukum, kalau belum diputus belum jadi hukum.
Kalo tidak ada pelanggaran hukum, hukum tidak perlu dibuat, (sesuatu baru perlu dibuat kalau ada kejadiannya).
-Karl Llewellyn :
Sumbangan terbesarnya adalah pandangan tentang Functionalism, yakni mengartikan hukum sebagai msin yang punya tujuan tertentu. Mesin ini punya beberapa fungsi dasar tertentu (tidak terkait dengan nilai- nilai di dalamnya); fungsi Law-Jobs.
Fungsi fundamental dari hukum; Law Jobs:
Jika masyarakat ingin bertahan , maka di bidang hukum ada 6 “law jobs” yang harus dilakukan:
1. Adjustment of trouble cases
2. Preventive channeling of conduct and expectations
3. Preventive rechanneling of conduct and expectations to adjust to change
4. Allocation of authority and determination of procedures for authorities
5. Provision of direction and incentive within the group
6. The job of the juristic method
Jerome Frank : (paling ekstrem)
Holmes & Llewellyn dinilainya hanya Rule Skeptics, seorang realis harusnya Fact Skeptics
Ontologis:
Hukum= manifestasi makna- makna simbolik para pelaku social
Epistemologis:
Nondoktrinal- induktif (pendekatan interaksional mikro)
Aksiologis:
Kemanfaatan
REFLEKSI :
Keberadaan Realisme Hukum menjadi salah satu dasar dari pemikiran- pemikiran modern sampai saat ini, menjadi fondasi dari pemikiran paling up to date dalam hukum.
Realisme hukum menjadi aliran pertama yang paling realistis dan sesuai dengan kehidupan masyarakat nyata. Penganut- penganut aliran berpikir ini, baik Llewellyn, Holmes, maupun Frank merupakan orang- orang skeptic murni yang menganggap suatu aturan tertulis adalah tidak banyak berguna karena di dalam kenyataan hakim menentukan suatu putusan jika hanya berdasarkan undang- undang menjadikan putusan tersebut tidak efektif.
Di amerika sendiri, teori Positivisme dianggap membodohi hakim karena hakim dianggap hanya memutuskan berdasarkan peraturan yang ada, mengambil keputusan dengan sangat mudah tanpa melihat aspek- aspek lainnya.
Pernyataan 2 tokoh realisme hukum yang penting adalah:
-Karl Llewellyn
Prediktibilitas putusan tetap perlu dijaga. Hakim banding justru perlu ikut memperhatikan fakta- fakta.
-Jerome Frank
Tidak perlu selalu menjaga prediktibilitas putusan. Hakim membuka diri untuk memutuskan berbeda untuk tiap kasus.
Namun, Skeptic sendiri terbagi dalam beberapa aliran lagi yaitu:
Rule Skepticism: (Mac Galanter)
-Hukum tidak berbunyi seperti undang- undang
-Konsep “the rule of law” hanyalah retoris; yang berlaku “the rule of ruler”
-The have always comes out ahead
Fact Skepticism:
-Setiap kasus adalah unik. Ada fakta- fakta kemajemukan (Pluralisme) yang harus diperhatikan
-Hukum ditentukan oleh struktur kasus (pendekatan mikro)
-Kemampuan merekonstruksi fakta makin jauh setelah kasus memasuki pengadilan banding tersebut
Realisme Sakndinavia:
Untuk memahami hukum, perlu dipelajarai kondisi metafisis masyarakat dalam melihat hukum itu. Secara metafisis hukum, kekuasaan yang menakutkan. Undang- undang tidak memuat tentang kebenaran, melainkan sekedar gagasan yang metafisis.
⇒ Melihat hukum secara metafisis, tidak sekedar janji- janji yang ada di dalam undang- undang sebenarnya bukan karena sanksi ketertiban itu bisa ada, tapi karena keadaan tertentu/ tidak terbiasa
DISKUSI :
1. Bagaimana realisme hukum menjadi acuan dalam sistem hukum civil law?
2. Realisme hukum tidak bergantung pada aturan tetapi pada fakta, sedangkan fakta itu tidak ada yang paling hakiki sama seperti aturan tapi aturan juga dapat dibuat- buat pada saat pembuktiannya,
3. Menurut Oliver Wendell Holmes, aliran realisme yang mengatakan bahwa putusan hakim itu menjadi hukum, kalau belum diputus maka belum menjadi hukum, apakah setiap putusan itu pada kasus yang serupa pasti sama?
No comments:
Post a Comment